Ahmadun Yosi Herfanda, lahir di Kendal,7 Januari 1956, alumni Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta. Hingga kini menjabat redaktur budaya harian Republika. Beliau menulis antologi puisi Sang Matahari (1984), Ladang Hijau ( 1990 ), Sajak Penari ( 1991 ), Sembahyang Rerumputan ( 1996 ), dan kimpulan cerpen Sebelum Tertawa Dilarang (1997).
Salah satu puisinya yaitu Sembahyang Rerumputan
SEMBAHYANG RERUMPUTAN
Aku, rerumputan
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Topan melanda
Tubuhku begoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang menggurat di bumi
Tak berhenti mengucap sholawat nabi
Tebanglah aku
Akan segera tumbuh sebagai rumput baru
Bakarlah daun-daunku
Akan bertunas melebihi dulu
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Di kota-kota disishkan
Alam memeliharaku subur di hutan
Aku rerumputan
Tak lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kuberikan
Pada bumi akar-akar kupertahankan
Agar tidak kehilangan akar keberadaan
Di bumi terendah aku berada
Tapi zikirku menggema
Dilangit dan cakrawala
La ilaaha illallah
Muhammadar Rasulullah
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Segala gerakku
Adalah sembahyang
Dalam puisi di atas pengarang banyak menggunakan bahasa simbol misalnya saja pada kata Aku, rerumputan. Pengarang mengibaratkan bahwa dirinya hanyalah rerumputan. Ini beratalian dengan eksistensi manusia hidup di muka bumi ini. Kita hidup ibarat rumput, sangat rendah, hina di hadapan Sang Pencipta.
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Bait tersebut mengandung pesan agar kita hidup di dunia ini jangan lupa akan tugas utama kita yaitu menyembah kepada Allah ( Sang Pencipta).
Bahasa simbol juga digunakan pengarang dalam mengungkapkan karakteristik sang ‘aku’
Topan melanda
Tubuhku begoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang menggurat di bumi
Tak berhenti mengucap sholawat nabi
Dari bait tersebut dapat diketahui bahwa sang ‘aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian meski dalam kondisi yang tak nyaman sekalipun. Hal ini di dukung oleh bait berikutnya :
Tebanglah aku
Akan segera tumbuh sebagai rumput baru
Bakarlah daun-daunku
Akan bertunas melebihi dulu
………
Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kuberikan
Pada bumi akar-akar kupertahankan
Agar tidak kehilangan akar keberadaan
Sungguh merupakan keteguhan hati dan iman yang luar biasa dimiliki sang ‘aku’ dalam puisi tersebut. Dan sungguh merupakan semangat dan rela berkorban yang tiada
Dalam pusisi diatas pengarang sudah baik dalam menentukan diksi yang tepat sebagaimana salah satu syarat dalam puisi yaitu pemilihan diksi yang tepat. Bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan ciri bahasa puisi yaitu kristalisasi makna. Namun, pengarang kurang bervariasi dalam menggunakan kata-kata. Terbukti bahwa ada beberapa kata atau kalimat yang di ulang-ulang pada bait berikutnya. Seperti pada kata Inna Sholati wa nusuki Wa mahyayaa wa mammatiLillahi Robbil’alamin yang diulang lagi pada bait ketiga. Disisi lain hal itu merupakan sebuah ‘penguatan’ tapi hendaknya pengarang lebih variatif agar pembaca tidak bosan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menggunakan kata-kata lain yang semakna.
Dalam mengungkapkan watak ‘aku’juga cukup jelas meski lewat bahasa-bahasa simbol seperti ‘aku’ di ibaratkan sebagai ‘rerumputan’,,’aku’ sebagai makhluk tak berdaya di ibaratkan seperti ‘hidup di kota-kota yang tersisihkan’,,’aku’sebagai sosok yang rela berkorban ‘Pada bumi akar-akar kupertahankanAgar tidak kehilangan akar keberadaan ’aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian ‘Bakarlah daun-daunku Akan bertunas melebihi dulu’,,
Mengenai aspek rekreatif dalam puisi tersebut bisa dikatakan sudah cukup berhasil. Pengarang pandai menuangkan imajinasi dan memadukannya dengan ketepatan diksi. Seperti dalam bait :
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Segala gerakku
Adalah sembahyang
Bertolak dari itu, pesan yang hendak disampaikan pengarang juga mudah di pahami. Pembaca jadi tahu hakikat kita hidup di dunia fana ini yang tak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Segala yang kita lakukan hendaknya tetap diniati semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Dengan demikian, kita menjadi ikhlas dan tenang menjalani hidup.
Secara keseluruhan, puisi tersebut sudah cukup bagus, namun pengarang harusnya lebih variatif. Dalam menggunakan bahasa simbol hendaknya dengan kata- kata lain yang semakna untuk mengungkapkan isi maupun pesan yang hendak disampaikan. Pengarang harus pandai-pandai menempatkan kata atau kalimat jangan dilang beberapa kali dalam satu puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar