Minggu, 01 Agustus 2010

BAHASA SIMBOLIS DALAM PUISI SEMBAHYANG RERUMPUTAN

Ahmadun Yosi Herfanda, lahir di Kendal,7 Januari 1956, alumni Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta. Hingga kini menjabat redaktur budaya harian Republika. Beliau menulis antologi puisi Sang Matahari (1984), Ladang Hijau ( 1990 ), Sajak Penari ( 1991 ), Sembahyang Rerumputan ( 1996 ), dan kimpulan cerpen Sebelum Tertawa Dilarang (1997).

Salah satu puisinya yaitu Sembahyang Rerumputan 

SEMBAHYANG RERUMPUTAN

 

Aku, rerumputan

Tak pernah lupa sembahyang

Inna Sholati wa nusuki

Wa mahyayaa wa mammati

Lillahi Robbil’alamin

 

Topan melanda padang ilalang

Tubuhku begoyang-goyang

Tapi tetap teguh dalam sembahyang

Dan akarku yang menggurat di bumi

Tak berhenti mengucap sholawat nabi

 

Tebanglah aku

Akan segera tumbuh sebagai rumput baru

Bakarlah daun-daunku

Akan bertunas melebihi dulu

 

 

 

Aku, rerumputan

Kekasih Tuhan

Di kota-kota disishkan

Alam memeliharaku subur di hutan

Aku rerumputan

Tak lupa sembahyang

Inna Sholati wa nusuki

Wa mahyayaa wa mammati

Lillahi Robbil’alamin

 

Pada kambing dan kerbau

Daun-daun hijau kuberikan

Pada bumi akar-akar kupertahankan

Agar tidak kehilangan akar keberadaan

 

Di bumi terendah aku berada

Tapi zikirku menggema

Dilangit dan cakrawala

La ilaaha illallah

Muhammadar Rasulullah

 

Aku, rerumputan

Kekasih Tuhan

Segala gerakku

Adalah sembahyang

 

 

 

 

Dalam puisi di atas pengarang banyak menggunakan bahasa simbol misalnya saja pada kata Aku, rerumputan. Pengarang mengibaratkan bahwa dirinya hanyalah rerumputan. Ini beratalian dengan eksistensi manusia hidup di muka bumi ini. Kita hidup ibarat rumput, sangat rendah, hina di hadapan Sang Pencipta.

Tak pernah lupa sembahyang

Inna Sholati wa nusuki

Wa mahyayaa wa mammati

Lillahi Robbil’alamin

Bait tersebut mengandung pesan agar kita hidup di dunia ini jangan lupa akan tugas utama kita yaitu menyembah kepada Allah ( Sang Pencipta).

Bahasa simbol juga digunakan pengarang dalam mengungkapkan karakteristik sang ‘aku’

Topan melanda padang ilalang

Tubuhku begoyang-goyang

Tapi tetap teguh dalam sembahyang

Dan akarku yang menggurat di bumi

Tak berhenti mengucap sholawat nabi

Dari bait tersebut dapat diketahui bahwa sang ‘aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian meski dalam kondisi yang tak nyaman sekalipun. Hal ini di dukung oleh bait berikutnya :

Tebanglah aku

Akan segera tumbuh sebagai rumput baru

Bakarlah daun-daunku

Akan bertunas melebihi dulu

………

Pada kambing dan kerbau

Daun-daun hijau kuberikan

Pada bumi akar-akar kupertahankan

Agar tidak kehilangan akar keberadaan

Sungguh merupakan keteguhan hati dan iman yang luar biasa dimiliki sang ‘aku’ dalam puisi tersebut. Dan sungguh merupakan semangat dan rela berkorban yang tiada tara dalam beribadah kepada sang pencipta.

Dalam pusisi diatas pengarang sudah baik dalam  menentukan diksi yang tepat sebagaimana salah satu syarat dalam puisi yaitu pemilihan diksi yang tepat. Bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan ciri bahasa puisi yaitu kristalisasi makna. Namun, pengarang kurang bervariasi dalam menggunakan kata-kata. Terbukti bahwa ada beberapa kata atau kalimat yang di ulang-ulang pada bait berikutnya. Seperti pada kata Inna Sholati wa nusuki Wa mahyayaa wa mammatiLillahi Robbil’alamin yang diulang lagi pada bait ketiga. Disisi lain hal itu merupakan sebuah ‘penguatan’ tapi hendaknya pengarang lebih variatif agar pembaca tidak bosan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menggunakan kata-kata lain yang semakna.

Dalam mengungkapkan watak ‘aku’juga cukup jelas meski lewat bahasa-bahasa simbol seperti ‘aku’ di ibaratkan sebagai ‘rerumputan’,,’aku’ sebagai makhluk tak berdaya di ibaratkan seperti ‘hidup di kota-kota yang tersisihkan’,,’aku’sebagai sosok yang rela berkorban ‘Pada bumi akar-akar kupertahankanAgar tidak kehilangan akar keberadaan ’aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian ‘Bakarlah daun-daunku Akan bertunas melebihi dulu’,,

Ada baiknya jika pengarang menggunakan simbol lain pada ‘aku’. Jadi, tidak selamanya ‘aku’ diibaratkan sebagai rumput. Dengan menggunakan simbol lain, pembaca juga akan memperoleh khazanah kosa kata baru dan tentunya menangkap pesan yang lebih variatif pula..

Mengenai aspek rekreatif dalam puisi tersebut bisa dikatakan sudah cukup berhasil. Pengarang pandai menuangkan imajinasi dan memadukannya dengan ketepatan diksi. Seperti dalam bait :

 

 

 

Aku, rerumputan

Kekasih Tuhan

Segala gerakku

Adalah sembahyang

Bertolak dari itu, pesan yang hendak disampaikan pengarang juga mudah di pahami. Pembaca jadi tahu hakikat kita hidup di dunia fana ini yang tak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Segala yang kita lakukan hendaknya tetap diniati semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Dengan demikian, kita menjadi ikhlas dan tenang menjalani hidup.

Secara keseluruhan, puisi tersebut sudah cukup bagus, namun pengarang harusnya lebih variatif. Dalam menggunakan bahasa simbol hendaknya dengan kata- kata lain yang semakna untuk mengungkapkan isi maupun pesan yang hendak disampaikan. Pengarang harus pandai-pandai menempatkan kata atau kalimat jangan dilang beberapa kali dalam satu puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar