Rabu, 30 November 2011

Strukturalisme Genetik

Hippolyte Taine (dalam Taum, 1997: 49) menyatakan, “Karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (moment), dan lingkungan (milieu).” Ketiga hal tersebut mengantarkan pemahaman terhadap iklim suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang yang selanjutnya diwujudkan dalam karya sastra. Ras adalah sesuatu yang diwarisi dalam jiwa dan raga seseorang. Saat atau moment adalah situasi sosial politik pada suatu periode tertentu. Lingkungan atau milieu meliputi keadaan alam, iklim dan sosial.
Konsep-konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih sintesis dan ilmiah oleh Goldmann dengan teori strukturalisme genetik (dalam Damono, 1984: 41). Strukturalisme genetik sebagai salah satu teori penelitian sosiologi sastra menumpukan pada sosiologi teks dan sosiologi pengarang. Penelitian dengan strukturalisme genetik hendak mengungkap masalah sosial dalam teks dan integrasi sosial pengarang dalam masyarakatnya yang tercermin dalam teks. Oleh karena itu, penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik selalu mengaitkan antara karya sastra, pengarang sebagai penghasil sastra dan masyarakat pengarang yang mampu mengkondisikan pengarang untuk menulis karya sastra. Karya sastra memang bersumber dalam kehidupan masyarakat, dalam konfigurasi status dan peranan dalam struktur sosial, dan dengan sendirinya menerima berbagai pengaruh sosial.
Goldmann menyebut teorinya sebagai strukturalisme genetik. Artinya ia percaya bahwa sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, ia percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra bersangkutan.
Dalam bukunya, Herman J. Waluyo (2006: 93 – 100), menuliskan bahwa untuk menopang teorinya tersebut Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain sehingga membentuk apa yang disebutnya sebagai strukturalisme-genetik di atas. Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan.
a. Fakta Kemanusian
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta ini dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra.
Meskipun dapat mempunyai wujud yang bermacam-macam, fakta-fakta kemanusiaan itu pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan dalam sejarah, sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal itu. Fakta yang pertama hanya merupakan hasil dari perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku orang gila, dan sebagainya yang berbeda dari fakta yang pertama.
Goldmann (1970: 588; 1981: 40) menganggap bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang dimaksudkannya adalah fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya.
Fakta-fakta kemanusiaan dikatakan mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari subyek kolektif atau individual, pembangunan suatu percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi subjek itu (Goldmann 1970: 583). Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya (Goldmann 1981: 40).
Dengan meminjam teori psikologi Piaget Goldmann menganggap bahwa kecenderungan di atas merupakan perilaku yang alamiah dari manusia pada umumnya. Menurut Piaget (Goldmann 1981: 61), manusia dan lingkungan sekitarnya selalu berada dalam proses strukturasi timbal-balik yang saling bertentangan tetapi yang sekaligus saling isi-mengisi. Kedua proses itu adalah proses asimilasi, dan akomodasi. Di satu pihak manusia selalu berusaha mengasimilasikan lingkungan sekitarnya ke dalam skema pikiran dan tindakannya (Goldmann 1970: 15; 1981: 61), tetapi di lain pihak, usahanya itu tidak selalu berhasil karena berhadapan dengan rintangan-rintangan berikut (Goldmann 1981: 61).
Kenyataan bahwa sektor-sektor kehidupan tertentu tidak menyadarkan dirinya pada integrasi dalam struktur yang dielaborasikan, kenyataan bahwa semakin lama penstrukturan dunia eksternal itu semakin sukar dan bahkan semakin tidak mungkin dilakukan, kenyataan bahwa individu-individu dalam kelompok, yang bertanggung jawab bagi lahirnya proses keseimbangan, telah mentransformasikan lingkungan sosial dan fisiknya sehingga terjadi proses yang mengganggu keseimbangan, telah mentransformasikan lingkungan sosial dan fisiknya sehingga terjadi proses yang mengganggu keseimbangan dalam proses strukturasi itu.
Menghadapi kendala seperti di atas subjek yang bersangkutan akhirnya harus menyerahkan dan melakukan hal yang sebaliknya. ia tidak lagi berusaha melakukan asimilasi terhadap lingkungannya, melainkan mengakomodasikan dirinya pada struktur lingkungan tersebut.
Dalam proses strukturasi dan akomodasi yang terus menerus itulah suatu karya sastra, sebagai fakta kemanusiaan, sebagai hasil aktivitas kultural manusia, memperoleh artinya. Proses tersebut sekaligus merupakan genesis dari struktur karya sastra.

b. Subjek Kolektif (Pandangan Dunia)
Fakta kemanusiaan, seperti telah disinggung, bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil aktivitas manusia sebagai subjeknya. Dalam hal subjek fakta kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu subjek individual dan subjek kolektif. Perbedaan itu sesuai dengan perbedaan jenis fakta individual (libidinal), sedangkan subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis).
Freud selalu menganggap subjek segala hasil perilaku manusia sebagai seorang individu tertentu (Goldmann 1981: 93), menurut Goldmann (1970: 597), anggapan serupa itu sangat serampangan. Tidak semua fakta kemanusiaan bersumber pada subjek individual. Secara intuitif pun seorang dapat mengenal perbedaan antara, misalnya, sebuah revolusi sosial dengan mimpi-mimpi perilaku orang gila. Oleh karena itu usaha mengembalikan fakta yang pertama itu ke subjek individual (libidina) merupakan pemerkosaan terhadap kodrat fakta itu sendiri.
Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis). Individual dengan dorongan libidonya, tidak akan mampu menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek trans individual (Goldmann 1981: 97); 1970: 588 – 589). Demikian pula fakta seperti pengangkatan batu besar, pembangunan jembata, dan pembuatan jalan. Fakta-fakta serupa itu juga tidak akan pernah merupakan hasil aktivitas subjek individual, melainkan subjek trans individual. Subjek trans-individual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya hanya merupakan bagian. Subjek trans-individual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektif.
Subjek yang demikianlah yang juga menjadi subjek karya sastra yang besar sebab karya sastra semacam itu merupakan hasil aktivitas yang objeknya sekaligus alam semesta dan kelompok manusia (Goldmann 1981: 97). Karya sastra yang besar berbicara tentang alam semesta dan hukum-hukumnya serta persoalan-persoalan yang tumbuh darinya (Goldmann 1970: 597).
Akan tetapi, subjek kolektif atau trans individual merupakan konsep yang masih sangat kabur. Subjek kolektif itu dapat kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Untuk memperjelas, Goldmann menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah memengaruhi perkembangan sejarah umat manusia (Goldmann 1977: 99; 1981: 41).

c. Pandangan Dunia: Strukturasi dan Struktur
Dengan teori di atas Goldmann percaya pada adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat, sebab keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturasi yang sama. Akan tetapi, hubungan antara struktur masyarakat dengan struktur karya sastra itu tidak dipahami sebagai hubungan determinasi yang langsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebutnya sebagai pandangan dunia atau ideologi.
Menurut Goldmann (1977: 17), pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkan dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya (Goldmann 1977: 18; 1981: 112).
Karena merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya, pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan guna terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama itu (Goldmann 1981: 112).
Proses yang panjang itu terutama disebabkan pula oleh kenyataan bahwa pendangan dunia itu merupakan kesadaran yang mungkin yang tidak setiap orang dapat memahaminya. Dalam hal ini kesadaran yang mungkin dibedakan dari kesadaran yang nyata (Goldmann 1981: 64 – 68). Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki individu-individu itu jarang sekali untuk mempunyai kemampuan untuk menyadari secara lengkap dan menyeluruh mengenai makna dan arah keseluruhan dari aspirasi-aspirasi, perilaku-perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya (Goldmann 1977: 17). Sebaliknya kesadaran yang mungkin adalah kesadaran yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke arah sutu koherensi menyeluruh, perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta (Goldmann 1981: 111). Kesadaran yang demikian jarang disadari pemiliknya kecuali dalam momen-momen krisis dan sebagai ekspresi individual pada karya-karya kultural yang besar (Goldmann 1981: 87).

d. Struktur Karya Sastra
Karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif seperti yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu. Dalam konteks strukturalisme-genetik, seperti yang terlihat dari konsep-konsep kategorial di atas, konsep struktural karya sastra berbeda dari konsep struktur yang umum dikenal.
Di dalam esainya yang berjudul The Epistemology of Sociology (1981: 55 – 74), Goldmann mengemukakan dua pendapat menyenai karya sastra pada umumnya. Pertama, bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Dengan mengemukakan dua hal tersebut Goldmann dapat membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Menurut filsafat mengekspresikan pandangan dunia secara konseptual, sedangkan sosiologi dengan mengacu pada empirisitas. Dari kedua pendapat jelas bahwa Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik. Yang menjadi pusat dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya.
Dalam esainya yang berjudul The Sociology of Literature: Status and Problem of Method (1970: 604) Goldmann mengatakan pada elemen kesatuan pada usaha menyingkapkan struktur yang koheren dan terpadu yang mengatur semesta keseluruhan karya sastra. Setelah berkenalan dengan karya sastra Kristeva, baru ia memikirkan konsep multisiplas tokoh-tokoh yang berada dalam situasi tertentu.
Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann itu terlihat pula pada konsepnya mengenai novel (Goldmann 1977a). Dengan mendasarkan diri pada Lukacs dan Girard, Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik.
Menurut Goldmann (177a: 1 – 2), yang dimaksud dengan nilai-nilai yang otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Dengan pengertian tersebut nilai-nilai yang otentik tersebut hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegradasinya dunia dan problematiknya sang hero. Karena itu nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran penulis/pengarang/novelis, dengan bentuk yang konseptual dan abstrak.
Goldmann mengatakan bahwa novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama terdegradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang otentik yang berupa totalitas di atas. Keterpecahan itu pulalah yang membuat sang hero menjadi problematik.
Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann (1977a: 2) membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, romantisme keputusasaan, dan pendidikan
Novel jenis pertama disebut ”idealisme abstrak” karena dua hal. Dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi karena persepsi tokoh tentang dunia bersifat subjektif didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak (Lukacs, 1978: 98).
Bertentangan dengan novel jenis pertama di atas, novel jenis kedua menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita menjadi analisis psikologis semata-mata. Menurut Lukacs (1978: 112), kenyataan itulah yang menjadi dasar perbedaan antara novel jenis yang pertama dengan yang kedua.
Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di pihak lain juga ingin bersatu dengan dunia. Karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan (Lukacs 1978: 136). Oleh Lukacs novel pendidikan ini disebut sebagai novel ”kematangan jiwa”.

e. Dialektika Pemahaman-Penjelasan
Yang dikemukakan di atas adalah konsep-konsep Goldmann mengenai karya sastra dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Di antara konsep-konsep itu yang paling langsung berhubungan dengan karya sastra adalah konsep struktur yang berarti. Karena mempunyai struktur, karya sastra harus koheren atau cenderung koheren. Karena mempuyai arti, karya sastra berkaitan dengan usaha manusia memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sosial yang nyata.
Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai karya sastra semacam itu Goldmann kemudian mengembangkan sebuah metode yang disebutnya sebagai metode dialektik. Menurutnya (1977: 8), metode itu merupakan metode yang khas yang berbeda dari metode positivis, metode intuitif, dan metode biografis yang psikologis.
Dari segi titik awal dan titik akhirnya metode dialektik sama dengan metode positivistik. Keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada teks sastra. Hanya saja kalau metode positivistik tidak mempertimbangkan persoalan koherensi struktural, metode dialektik memperhitungkannya (Goldmann 1977 : 8).
Prinsip dasar dari metode dialektik yang membuatnya berhubungan dengan masalah koherensi di atas adalah pengetahuannya mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan mengintergrasikannya ke dalam keseluruhan (Goldmann 1977: 7). Sehubungan dengan itu, metode dialektik mengembangkan dua pasangan konsep, yaitu keseluruhan bagian dan ”pemahaman-penjelasan”.
Goldmann (1977: 5), menjelaskan bahwa sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak pernah adanya titik awal yang secara mutlak sahih, tidak adanya persoalan yang secara final dan pasti terpecahkan. Oleh karena itu, dalam sudut pandang tersebut pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Setiap fakta atau gagasan individual mempunyai arti hanya jika ditempatkan dalam keseluruhannya. Sebaliknya keseluruhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan yang bertambah mengenai fakta-fakta partial atau yang tidak menyeluruh yang membangun keseluruhan itu.
Karena keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian dan bagian itu juga tidak dapat dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar terus-menerus, tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal ujungnya. Goldmann (1977: 5), berpendapat bahwa:
”.........The advance of knowledge is thus to be considered as a perpetual movement to and fro, from the whole to the parts and from the parts back to the whole again, a movement in the course of which the whole and the parts throw light upon one another.”

Metode semacam itu sesungguhnya tidak berasal dari Goldmann sendiri. Metode itu telah ada jauh sebelumnya dan dikenal dalam masyarakat ilmu pengetahuan sebagai metode lingkaran hermeneutic atau ideologi Jerman (Seung 1982: 171 – 172). Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan salah paham, konsep ”keseluruhan bagian” di atas harus dibuat lebih spesifik dengan menempatkannya dalam kerangka teori Goldmann sendiri.
Seperti telah dikemukakan, Goldmann memandang karya sastra sebagai produk strukturisasi pandangan dunia-dunia sehingga cenderung mempunyai struktur yang koheren. Sebagai struktur yang koheren karya sastra merupakan satuan yang dibangun dari bagian-bagian yang lebih kecil. Oleh karena itu pemahaman terhadapnya dapat dilakukan dengan konsep ”keseluruhan bagian” di atas.
Akan tetapi teks karya sastra itu sendiri merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih besar, yang membuatnya menjadi struktur yang berarti. Dalam pengertian ini pemahaman mengenai teks sastra sebagai keseluruhan tersebut harus dilanjutkan dengan usaha menjelaskan dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar di atas (Goldmann 1970 : 593, 595). Sampai di sini telah dapat dilihat konsep pemahaman-penjelasan Goldmann. Yang dimaksud dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari.
Pada akhir abad 20 khususnya di Barat, feminisme dan pascamodernisme (Goldmann 1970: 589). Sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar (Goldmann 1970: 590). Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas bagian. Sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.
Menurut Goldmann (1970: 602 – 603), teknik pelaksanaan metode dialektik yang melingkar serupa itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua, ia melakukan pencekan terhadap model itu dengan membandingkannya dengan keseluruhan dengan cara menentukan (a) sejauh mana setiap unit yang dianalisis tergabung dalam hipotesis yang menyeluruh, (b) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula, (c) frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapinya dalam model yang sudah dicek itu.
Metode semacam itu tidak hanya berlaku untuk analis teks sastra, tetapi juga untuk struktur yang menempatkan teks sastra itu secara keseluruhan hanya sebagai bagian. Goldmann (1977: 15) mengatakan bahwa pandangan dunia merupakan kesadaran kolektif yang dapat digunakan sebagai hipotesis kerja konseptual, suatu model bagi pemahaman mengenai koherensi struktur teks sastra.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan struktural genetik selalu mengaitkan antara karya sastra, pengarang sebagai penghasil sastra dan masyarakat pengarang yang mampu mengkondisikan pengarang untuk menulis karya sastra.
TUGAS MANDIRI
Dikumpulkan Minggu Depan

1.Carilah sebuah naskah drama
2.Tulislah sebuah esai, yang berisi tentang analisa dari teks drama yang telah Anda temukan di atas.
3.Isi analisa, berkenaan dengan kritik sosial yang terdapat pada teks naskah drama itu.

Selamat Mengerjakan!

Kamis, 30 Juni 2011

INSTRUMEN EVALUASI ASPEK WAWANCARA
KELAS VIII SMP
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia semester VI
Dosen Pengampu: Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.

Standar Kompetensi 2.: Mengungkap berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan.
Kompetensi Dasar 2.1: Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara
Aspek Keterampilan : Berbicara

A. Kajian Teori
1. Pengertian Wawancara
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan berita, data, atau fakta di lapangan. Prosesnya bisa dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung (face to face) dengan narasumber atau dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau surat (wawancara tertulis).
Narasumber atau kadang disebut dengan responden adalah seseorang yang diwawancarai untuk dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh si pewawancara (koresponden).
2. Tujuan wawancara
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
•Mencari bahan cerita
•Mencari bahan biografi
•Mencari bahan pengetahuan
•Mencari bahan untuk penelitian
•Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.
•Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
•Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
3. Jenis-jenis Wawancara
Berdasarkan teknis pelaksanaannya, kegiatan wawancara dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Wawancara serta merta (Tidak Terstruktur) yaitu jenis wawancara yang dilakukan secara spontan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak disiapkan lebih dahulu atau tanpa persiapan sehingga kegiatan wawancara ini berlangsung secara wajar seperti layaknya obrolan sehari-hari.
b. Wawancara dengan petunjuk umum yaitu kegiatan wawancara yang sudah dipersiapkan lebih dahulu pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan sebelum wawancara berlangsung. Meskipun pokok-pokok pertanyaan telah disusun, namun bahasa yang digunakan dikembangkan oleh pewawancara itu sendiri.
c. Wawancara dengan pertanyaan yang telah dibakukan (Terstruktur) yaitu kegiatan wawancara yang mempersiapkan lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Pewawancara tinggal membacakan kembali apa adanya, baik dari segi urutan kata, isi, serta kalimat pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
4. Bagian-bagian Wawancara.
Dalam wawancara terdapat bagian-bagian tertentu yang dapat dipandang sebagai bagian-bagian dari wawancara :
a.Permulaan atau Pendahuluan wawancara
Pada bagian ini terutama ditujukan untuk mendapatkan hubungan yang baik (dalam mengadakan kontak pertama) antara interviewer dengan interviewee dan biasanya diisi dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari interview itu.
b.Inti Interview
Bagian ini merupakan bagian di mana maksud serta tujuan interview harus dapat dicapai. Bila maksud dari interview untuk mengumpulkan data tentang latar belakang sosial, maka pada bagian ini maksud itu harus bisa dicapai.
c.Akhir Interview
Bagian ini merupakan bagian di mana interview mulai berakhir. Interview dapat ditutup dengan mengadakan penyimpulan tentang apa yang telah dibicarakan (misalnya : dalam konseling interview). Kadang-kadang interview ditutup dengan menentukan waktu kapan interview itu akan dilanjutkan lagi, bila masih dibutuhkan mengadakan interview lagi.
5. Langkah-langkah Wawancara
Pedoman/petunjuk wawancara secara garis besar, sebagai berikut :
a.Persiapan
1)Menentukan tujuan.
2)Menetapkan bentuk pertanyaan ( pertanyaan bebas atau terpimpin).
3)Menetapkan responden yang diperkirakan sebagai sumber informasi.
4)Menetapkan jumlah responden yang akan diwawancarai
5)Menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara
6)Mengadakan hubungan dengan responden.
b.Pelaksanaan
1)Memilih pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar terarah dan dibutuhkan dalam rangka mengumpulkan informasi.
2)Mengadakan wawancara.
c.Penutup
1)Menyusun laporan wawancara secara sistematis
2)Mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara
3)Mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara itu.
6.Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Wawancara
Agar wawancara dapat mencapai hasil yang baik perlu adanya beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengadakan wawancara :
a.Orang yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai latar belakang tentang apa yang akan ditanyakan, karena yang akan ditanyakan perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar wawancara dapat berlangsung dengan lancar, sistematis, dan teratur.
b.Pewawancara harus menjelaskan dengan sebaik-baiknya apa maksud serta tujuan dari wawancara tersebut.
c.Dalam wawancara harus dijaga agar selalu ada hubungan yang baik. Hubungan baik ini merupakan sumbangan yang besar di dalam jalannya atau hasil wawancara yang akan dapat dicapai.
d.Pewawancara atau pembimbing harus mempunyai sifat dapat dipercaya. rahasia dari individu yang diwawancarai atau klien harus dapat disimpan dengan baik, sebab kalau tidak demikian, kemungkinan klien tidak akan mengutarakan sesuatu kepada wawancara dengan terbuka.
e.Pertanyaan hendaknya diajukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya harus jelas.
f.Menghindari pertanyaan yang sugestif, yang mendorong murid untuk memberikan jawaban yang baik dan hindarkan pertanyaan yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
7. Menulis Laporan Hasil Wawancara
Setelah Anda mengetahui langkah-langkah melakukan wawancara, Anda dapat melakukan wawancara dan dapat menulis laporan hasil wawancara. Laporan hasil wawancara adalah sebuah tulisan yang berisi hasil jawaban dan simpulan dari kegiatan wawancara. Sebuah laporan akan disampaikan kembali kepada orang lain. Untuk itu, laporan hasil wawancara harus ditulis semenarik mungkin dengan menggunakan kalimat yang baik dan efektif.
Menulis laporan hasil wawancara adalah kegiatan terakhir dari kegiatan wawancara. Laporan dapat disusun dalam bentuk artikel jurnalistik seperti yang sering kita baca di koran atau majalah. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewawancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya. Laporan dapat juga ditulis dalam bentuk yang lebih formal.
Secara ringkas, langkah-langkah wawancara dapat disimpulkan sebagai berikut :
Menentukan tujuan
Menentukan narasumber
Merumuskan pertanyaan
Melakukan wawancara
Menulis laporan hasil wawancara


B. Instrumen Evaluasi Materi Wawancara Kelas VIII SMP

1. Tes
a. Tes Objektif
Jawablah soal di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada huruf A, B, C, D, atau E sesuai dengan pilihan yang menurut Anda paling tepat!

1.Pernyataan-peryantaan tentang wawancara di bawah ini tepat, kecuali. . . .
a.Wawancara adalah salah satu kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh pewawancara terhadap narasumber dengan maksud menggali informasi.
b.Wawancara dapat dilakukan secara spontan atau dengan mempersiapkan pertanyaan yang telah dibakukan.
c.Dalam wawancara terstruktur atau petunjuk umum, pewawancara harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan yang telah disiapkan sebelumnya.
d.Setiap wawancara harus dilakukan berdasarkan pedoman yang telah dipersiapkan sebelumnya.
e.Pewawancara dapat memulai dan mengakhiri wawancara sesuai dengan situasi dan kondisi saat wawancara dilakukan.
2.Hal-hal di bawah ini yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan wawancara kecuali…… . . . .
a.memilih dan menentukan topik wawancara
b.menyusun daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk wawancara
c.sebelum wawancara dilaksanakaan, tentukan lebih dahulu tujuan wawancara
d.hubungi narasumber yang dapat memberikan informasi, keterangan data yang diperlukan dan pastikan kesediannya untuk diwawancarai
e.melaporkan hasil wawancara
3.Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara di bawah ini tepat, kecuali . . . .
a.kerahasiaan sumber informasi
b.kecermatan dalam pencatatan
c.dampak sosial hasil wawancara jika disebarluaskan
d.kendala keuangan untuk wawancara
e.jagalah sopan santun
4.Kalimat yang tepat untuk memulai wawancara adalah . . .
a.Selamat pagi, saya mohon ijin untuk mewawancarai Bapak.
b.Selamat pagi, saya mau wawancara dengan Bapak, bisa tidak ya?
c.Selamat pagi, minta waktunya sedikit Pak untuk wawancara!
d.Selamat pagi, kapan saya bisa mengadakan wawancara?
e.Selamat pagi, nama Bapak siapa?
5.Tujuan melakukan wawancara adalah untuk memperoleh hal-hal berikut, kecuali..
a. bahan opini c. bahan cerita e. bahan informasi
b. bahan biografi d. bahan pengetahuan
6.Di bawah ini yang tidak termasuk sumber-sumber informasi, yaitu . . . .
a. pengalaman pribadi c. berita e. laporan utama
b. wawancara d. imajinasi
7.Jika Anda akan melaksanakan wawancara tentang perkembangan politik tentang pemilihan umum, narasumber yang tepat untuk diwawancarai di bawah ini tepat, kecuali. . . .
a.. pakar politik c. ketua KPU e. calon presiden
b. calon anggota dewan d. masyarakat pemilih
8.Hal yang sebaiknya dilakukan oleh setiap pewawancara setelah selesai melakukan wawancara dengan narasumber adalah . . . .
a.mencatat jawaban dengan cermat
b.bersikap sopan saat wawancara berlangsung
c.gunakan bahasa yang dapat dipahami oleh narasumber
d.menyampaikan ucapan terima kasih atas kesediaannya untuk wawancara
e.berpakaian rapi dan membawa alat tulis secukupnya
9.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan laporan hasil wawancara di bawah ini benar, kecuali . . . .
a.penulisan laporan hasil wawancara dapat berupa artikel jurnalistik atau naratif
b.penulisan hendaknya disesuaikan dengan ejaan dan tata bahasa baku
c.pilihlah informasi yang penting dan relevan dengan topik
d.hasil wawancara dapat disebarluaskan sesuai dengan keinginan penulis
e.penulis hendaknya tidak melakukan penafsiran pribadi yang terlalu jauh terhadap tulisannya
10.Pewawancara tinggal membacakan kembali apa adanya, baik dari segi urutan kata, isi, serta kalimat pertanyaan yang telah disusun sebelumnya termasuk wawancara jenis…
a.Wawancara spontan d. Wawancara permulaan
b.Wawancara terstruktur e. Wawancara langsung
c.Wawancara dengan petunjuk umum
11.Anda akan mewawancarai seorang guru basket yang telahberhasil mengantarkan timnya dalam kejuaraan tingkat nasional. Pertanyaan wawancara yang paling tepat adalah….
a.Berapakah jumlah peserta tim basket yang bapak latih?
b.Kapan dan dimana pertandingan basket dilaksanakan?
c.Apakah resep Bapak dalam berlatih basket?
d.Berapa kali Bapak berlatih basket?
e.Bagaimanakah cara Bapak membina tim tersebut sehingga menjadi juara?
12.Kalimat berikut ini yang tepat untuk mewawancarai seorang dokter bedah yang sukses adalah…
a.Mengapa Bapak tega melakukan kegiatan seperti ini, Pak?
b.Apakah Bapak tidak merasa bosan dengan pekerjaan ini, Pak?
c.Bukankah membedah tubuh manusia itu sesuatu yang menakutkan?
d.Bagaimanakah kiat Bapak agar pasien merasa nyaman walaupun harus dibedah?
e.Berapakah bayaran yang Bapak dapatkan tiap kali membedah tubuh manusia?
13.Wawanvara dengan seorang tokoh olahraga di televisi yang telah ditentukan jam dan lama wawancara sebaiknya….
a.pertanyaan seperlunya saja dan yang pokok-pokok saja disesuaikan lama jam tayang
b.pertanyaan secara spontan sesuai jam tayang
c.pertanyaan secara bebas sesuai jam tayang
d.pertanyaan didaftar dahulu disesuaikan lama jam tayang
e.pertanyaan sebanyak-banyaknya sesuai keinginan pewawancara
14.Langkah terakhir dalam wawancara adalah…
a.menentukan tujuan
b.merangkum isi pembicaraan
c.membuat daftar pertanyaan
d.mendiskusikan hasil wawancara
e.membuat janji dengan narasumber
15.Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab mengenai suatu hal tertentu. Seseorang yang merupakan pihak pemberi informasi dalam wawancara disebut…
a.Informasi
b.Delegasi
c.Reporter
d.Narasumber
e.Presenter


KUNCI JAWABAN :

1. E 11.E

2. E 12.D

3. D 13.A

4. A 14.B

5. A 15.D

6. D

7. B

8. D

9. D

10. C


Tugas Portofolio
1.Buatlah sebuah daftar pertanyaan untuk wawancara dan tentukan tokoh yang akan diwawancarai!
2.Lakukanlah kegiatan wawancara sesuai rencana yang telah disiapkan!
3.Catatlah hasil wawancara tersebut dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar!
4.Bacakan atau laporkan hasil wawancara tersebut pada saat pembelajaran berikutnya dan mintalah komentar guru dan teman-teman!

2. Pedoman Wawancara

Informan :
Pewawancara :
Hari/Tanggal :

1.Kesulitan apa saja yang Anda alami dalam pembelajaran berbicara khususnya materi wawancara?
Jawab : ……………………………………………………………………..
2.Apakah pembelajaran berbicara khususnya wawancara yang diajarkan guru mudah dipahami?
Jawab : ……………………………………………………………………..
3.Apakah dengan metode yang telah guru berikan, Anda lebih mudah mempraktikkan kegiatan wawancara secara langsung?
Jawab : ……………………………………………………………………..
4.Adakah kesulitan-kesulitan yang Anda temui dalam materi berbicara khususnya wawancara?
Jawab : ……………………………………………………………………..
5.Apakah dengan metode yang diterapkan guru, kesulitan-kesulitan dalam materi wawancara dapat diatasi?
Jawab : ……………………………………………………………………..



3. Angket
NoPernyataan Tanggapan
SS S TS STS
1.Pembelajaran wawancara diterapkan dengan menggunakan media yang mendukung.
2.Materi wawancara harus dipraktikkan secara langsung, tidak hanya berupa teori.
3. Narasumber utama kegiatan wawancara diutamakan yang paling mudah dijangkau dan relevan dengan topic serta karakter siswa.
4.Materi wawancara harus dicontohkan terlebih dahulu oleh guru.
5.Materi wawancara harus mendapatkan porsi yang lebih guna meningkatkan keterampilan berbicara.
6.Etika wawancara tidak terlalu penting, yang terpenting adalah daftar pertanyaan.
7.Pewawancara bebas memilih narasumber sesuka hati.
8.Pewawancara tidak perlu membuat janji dengan narasumber karena wawancara bias dilakukan kapan saja.
9.Prosedur wawancara tidak harus runtut, yang penting bias memperoleh informasi yang diharapkan.
10.Pewawancara harus menjaga kerahasiaan narasumber.

Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
ANALISIS TINDAK TUTUR PRAGMATIK
PADA PAGELARAN KETOPRAK “PUTRI RAGIL KUNING”
KARYA HERMAN J. WALUYO DAN BUDI WALUYO
(Dalam Rangka Launching Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa,
FKIP UNS)

Nur Endah Ariningsih
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP UNS

ABSTRAK
Sebagai alat komunikasi, bahasa berkaitan erat dengan pragmatik yang memahami maksud tersirat maupun tersurat dibalik tuturan baik lisan maupun tulisan. Pragmatik menghubungkan makna dengan interpretasi ujaran yang melibatkan negoisasi antara penutur dan lawan tutur serta konteks ujaran dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.
Peneliti menganalisis tindak tutur dalam pagelaran ketoprak berdasarkan ujaran yang dilakukan penutur/ pemain terhadap lawan tuturnya/ pemain yang lain dalam suatu konteks tertentu. Dalam hal ini, ada berbagai macam tindak ujar dengan beragam maksud dan tujuan yang mungkin akan berbeda penangkapannya antara pemain yang satu dengan pemain yang lainnya.
Prosedur pengumpulan data dalam karya tulis ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung pada saat pementasan ketoprak berlangsung, teknik studi pustaka, dan partisipasi aktif dari penulis.
Dari hasil pembahasan diketahui bahwa terdapat jenis tindak lokusi, ilokusi, perlokusi dalam tindak ujaran dalam ketoprak dan ada lima jenis tindak tutur yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasif.
Kata kunci : Komunikasi, pragmatik, tindak tutur.

As a means of communication, language is closely related of pragmatic that understand impliet and literal utterance between the people. It connect the meaning of utterance that used by the speakers with a certain context and purpose.
The writer analyze the way to speak in ketoprak show based on each figure’s speech in a certain context. In this case, there are many speech with some meaning n goal that may be different accepting information of each person.
Technique of collecting the data used in this paper is on the spot observation. So the observation is done when the ketoprak show. Besides that, the writer also use the documents analysist, and with the writer’s active participation.
From the analysis-syntesis, the writer can conclude that there are locutionary act, illocutionary act, perlocutionary act in the ketoprak show with five kinds of speech act, there are representative, directive, exspresive, komisif, and declarative.
Key Word : communication, pragmatic, speech act.





PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupannya tidak akan mungkin terlepas dari bahasa sebagai sarana komunikasi. Meskipun bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi karena ada pula isyarat, symbol, dan sebagainya namun boleh dikatakan bahwa bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Manusia pasti menggunakan bahasa dalam segala aktivitas, baik kegiatan sehari-hari maupun dalam hal ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dalam tataran linguistik, bahasa bisa dikaji dari berbagai sudut pandang baik dari ilmu bahasa maupun interdisipliner ilmu bahasa. Dalam hal ini, pragmatic merupakan salah satu tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. Kalau tataran semantik mempelajari makna secara internal, maka pragmatik mengkaji makna secara eksternal atau makna yang terikat konteks.
Berkaitan dengan pragmatik, makna yang dikaji menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan makna pembicara (speaker meaning) dengan menggunakan sudut pandang kognitif. Pragmatik menghubungkan makna dengan interpretasi ujaran yang melibatkan negoisasi antara penutur dan lawan tutur serta konteks ujaran dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.
Terkait dengan ujaran, dalam pementasan ketoprak tentunya memiliki beragam tuturan antara penutur dan lawan tutur dengan berbagai konteks dan tujuan yang dimaksudkan. Dari pementasan tersebut dapat penulis ketahui mengenai makna dari berbagai tindak tutur yang ada. Dalam hal ini, bermacam-macamnya makna yang mungkin dikemukakan didasarkan pada sejumlah aspek yang dipertimbangkan antara lain aspek penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, maupun tuturan sebagai produk tindak verbal.
Tujuan penulisan karya tulis ini untuk mengetahui jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam pementasan ketoprak dan makna apa yang terkandung di dalam tuturan tersebut jika dikaitkan dengan konteksnya.
Manfaat karya tulis ini secara teoretis yaitu dapat memberikan sumbangan berupa keilmuan yang dapat menambah wawasan para pembaca terkait dengan tindak tutur. Sedangkan secara praktis, bagi mahasiswa yaitu dapat meningkatkan keterampilan berbicara, baik keterampilan berbicara formal maupun nonformal dengan menggunakan tindak tutur yang sesuai konteks dan tujuannya.
Manfaat bagi pendidik yaitu untuk memperkaya khasanah model dan strategi dalam pembelajaran khususnya dalam hal pembelajaran tindak tutur atau pragmatik, memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan agar dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik, serta dapat dijadikan sebagai masukan atau evaluasi bagi diri pendidik sendiri maupun bagi rekan sejawat pendidik dalam melaksanakan pembelajaran yang sama.
Manfaat bagi lembaga pendidikan yaitu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi lembaga pendidikan tersebut yang mungkin dapat disampaikan dalam forum khusus seperti pembinaan guru-guru maupun pada kesempatan lain.

METODE
Metode penulisan karya tulis ini menggunakan metode pengamatan. Pertama-tama penulis menyaksikan pagelaran ketoprak ”Putri Ragil Kuning” di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah pada hari Jum’at, 15 April 2011 pukul 20.00 WIB.
Data-data yang diamati penulis antara lain:
1. Situasi dan kondisi di ruang Teater Arena, termasuk para penonton yang hendak menyaksikan pagelaran tersebut.
2. Volume suara para pemain saat memainkan perannya di pagelaran ketoprak
3. Tuturan-tuturan para pemain
4. Konteks yang dimaksudkan penutur (pemain) dengan lawan tuturnya (lawan mainnya).
5. Makna yang ditangkap lawan tutur dari penutur
Data pokok yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan karya tulis ini adalah tindak tutur (speech act) yang digunakan oleh para pemain dalam ketoprak. Prosedur pengumpulan data dalam karya tulis ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung pada saat pementasan ketoprak berlangsung, teknik studi pustaka, dan partisipasi aktif dari penulis. Sementara itu, teknik pengolahan data yang digunakan yaitu dengan teknik analisis-sintesis berdasarkan pada fakta yang ada dengan merujuk pada berbagai sumber pustaka yang relevan kemudian ditarik suatu kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagai alat komunikasi, bahasa berkaitan erat dengan pragmatik yang memahami maksud tersirat maupun tersurat dibalik tuturan baik lisan maupun tulisan. Leech (dalam Kurniawan : 2008) menyatakan bahwa pragmatic mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang dimaksud seseorang dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik dan merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain seperti praanggapan, implikatur, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
Berkenaan dengan tindak tutur, Searle dalam (I Dewa & Muh.Rohmadi, 2009 : 21) mengemukakan bahwa secara pragmatic setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan seorang penutur, yaitu tindak lokusi (locutionary act), ilokusi (illocutionary act ), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). Lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri dua unsure yaitu subyek dan predikat, Nababan dalam (I Dewa & Muh.Rohmadi, 2009).
Tindak Ilokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menginformasikan sesuatu sekaligus melakukan sesuatu atau sering disebut dengan The Act of Doing Something. Untuk memudahkan identifikasi, ada beberapa verbal yang menandai tindak tutur ilikusi antara lain : melaporkan, mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterimakasih, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, dan sebagainya.
Tindak Perlokusi adalah suatu tuturan yang mempunyai efek atau daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya.efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atu tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya atau yang sering disebut dengan The Act of Affecting Someone.
Contoh tindak tutur yang mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi antara lain :
 Rumahnya jauh
 Kemarin Ia sibuk
Kedua kalimat tersebut tentunya tidak hanya mengandung informasi atau lokusi semata. Bila kedua kalimat itu diucapkan kepada pimpinan rapat organisasi mahasiswa misalnya, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa seseorang yang dimaksudkan tidak bisa hadir rapat mungkin karena hujan dan tidak nge-kos. Perlokusinya yaitu agar pimpinan rapat bisa memakluminya. Sementara itu, kalimat kedua merupakan tindak ilokusi memohon maaf karena tidak bisa hadir dalam rapat sebelumnya, sehingga perlokusi yang diharapkan adalah pimpinan rapat bisa memaafkannya.
Lebih lanjut Searle dalam Musofa (2010) mengemukakan bahwa jenis-jenis tindak tutur dapat dikategorikan menjadi lima jenis :
a. Representatif / asertif : yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran apa yang diujarkannya. Yang termasuk tindak tutur representatif misalnya tuturan menyarankan, melaporkan, menunjukkan, membanggakan, mengeluh, menuntut, menjelaskan, menyakan, mengemukakan, dan menyebabkan (Tarigan 1990:47).
b. Direktif/impisiotif : yaitu tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan seperti yang disebutkan dalam ujaran itu.
c. Ekspresif : yaitu tindak tutur yang sesuai dengan ekspresi misalnya mengeluh.
d. Komisif : yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong pembicara melakukan sesuatu seperti menyatakan kesanggupan.
e. Deklarasi : yaitu tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud untuk mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, menggolongkan, mengampuni, dan memaafkan termasuk dalam tindak tutur deklaratif.
Dalam kegiatan bertutur tentu seorang penutur harus mengambil perhatian pihak yang akan diajak berkomunikasi. Bisa dikatakan bahwa dalam komunikasi, fungsi tindak tutur dari suatu bentuk tuturan dapat lebih dari satu. Fungsi tersebut tergantung pada konteks yang mengacu ke tuturan yang mendahului atau mengikuti tuturan.
Kajian dari segi bentuk menggunakan tutur saling mengetahui faktor-faktor penentu tindak komunikasi yang meliputi :
a. Siapa yang berbahasa, dengan siapa : penutur harus melihat dengan siapa ia berbahasa dan melihat siapa orang yang berbahasa dengan penutur. Apabila menggunakan bahasa juga menyamaratakan antara orang yang satu dengan yang lain karena hal tersebut dapat menimbulkan beda penafsiran bagi lawan tutur.
b. Untuk tujuan apa : dalam berbahasa, hendaknya penutur menggunakan bahasa yang jelas dan untuk tujuan apa penutur berbicara sehingga lawan tutur tidak akan kesulitan dalam menangkap makna.
c. Situasi apa :penutur harus mengetahui situasi tindak komunikasi apakah formal maupun nonformal sehingga bahasa yang digunakan pun dapat disesuaikan.
d. Konteks apa : penutur harus dapat membedakan dalam konteks apa ia berbahasa. Penutur harus dapat menempatkan diri sebaik mungkin karena dalam sebuah tuturan apabila konteksnya berbeda tetapi tuturan masih sama dapat menimbulkan pengertian yang berbeda pula.
e. Jalur yang mana : penutur harus memperhatikan dalam jalur apa ia berbahasa apakah lewat jalur lisan (percakapan) maupun tulisan (tuturan-tuturan dalam cerita atau novel).
f. Media :tanpa media, suatu tindak komunikasi akan sulit ditentukan. Dalam hal ini media bisa berupa tatap muka, telepon, surat kabar, dan sebagainya.
g. Peristiwa apa : Peristiwa merupakan faktor penentu tindak komunikasi yang teratur. Dalam berbahasa, hendaknya penutur mengetahui dalam peristiwa apa ia berbahasa. Misalnya dalam peristiwa berpidato,ceramah, atau sekedar bercakap-cakap saja.
Berikut ini disajikan hasil dari tindak tutur yang didapatkan penulis dalam perakapan pada waktu pementasan ketoprak ”Putri Ragil Kuning” berdasarkan jenis tindakannya.


Tuturan Jenis Tindakan Alasan
Emban : menawi wonten prekawis, lha mbok dicritakne kula Perlokusi Penutur berusaha membujuk lawan tutur agar mau bercerita kepadanya.
RK : Kangmas Panji Asmara Bangun kuwi olehe lunga wis suwe banget Lokusi Penutur menginformasikan atau menyatakan bahwa kakaknya memang sudah lama pergi dan belum kembali
Emban : Lha wong donya menika jembare mekaten kok ajeng dipadosi Ilokusi
Perlokusi Tuturan tersebut mengandung ilokusi bahwa tokoh emban menolak ajakan Ragil Kuning, sehingga perlokusinya diharapkan Emban tidak jadi diajak mencari Panji.
Emban : Waduh, kula ajrih kaliyan Rama Prabu Gusti Perlokusi Penutur (emban) memang benar-benar takut pada Rama Prabu sehingga ia berharap agar tidak jadi pergi supaya tidak dimarahi.
Emban : lha mangke menawi kula diculik pripun? Perlokusi Emban berharap Ragil Kuning tidak memaksanya pergi.
Patih : para prajurit tansah siaga ing gati Lokusi Penutur menyatakan bahwa prajurit dalam konsisi baik-baik saja dan tak perlu ada yang dikhawatirkan.
RJ : Praja Jenggala kene bakal mbabar pawiyatan sing anyar kang nyinaoni babagan kabudayan Jawa. Lokusi Kalimat tersebut diutarakan untuk menginformasikan sesuatu yaitu akan dibukanya program studi bahasa Jawa
Prameswari : Mbokbilih kesahe Nimas Ragil Kuning amargi badhe madosi Kakangipun, Panji Asmara Bangun Lokusi Kalimat tersebut menginformasikan alasan kepergian Ragil Kuning.
Yu Sri : Setoran...iki wis tanggal 15... Ilokusi & Perlokusi Ilokusinya adalah membeingatan bon dan perlokusinya supaya bon-nya segera dibayar.
Perampok 3 : pagi hari baca koran, dina iki prei ora ana setoran! Perlokusi Penutur (perampok 3) bermaksud agar Yu Sri tidak memintai setoran dulu karena belum ada uang.
Perampok 1 : ana kuthuk marani sunduk... Ilokusi & Perlokusi Ilokusinya agar kedua perampok lainnya segera menangkap RK dan Mbok Mban, perlokusinya agar kedua tawanan tersebut segera menyerahkan diri.
Enthit : Yen seneng, kabeh iso mbok duweni. Yen perlu awakku mbok duweni sisan. Perlokusi Penutur (Enthit) berharap agar Ragil Kuning berkenan menjadi istrinya.
RK : Aku wis ana sing nduwe Enthit.. Perlokusi RK berharap agar Enthit tidak mengejar-ngejar dia karena dia sudah dimiliki Gunungsari.
RK : Aku dioyak-oyak nom-noman desa kene sing arane Enthit... Lokusi RK memberitahu bahwa dia dalam kondisi bahaya karena dikejar-kejar Enthit.
Bancak : Pun njenengan pasrahaken dhumateng kula lan Doyok. Perlokusi Bancak berusaha meyakinkan RK agar ia tidak takut karena Bancak dan Doyok mampu mengalahkan Enthit.
RK : Kangmas punika mbok ampun ngendika mekaten to...! Ilokusi RK meyakinkan Gunungsari agar ia tidak cemburu.
Gunungsari : Jenengku Gunungsari! Putra Raja Kedhiri, calon gawrane Diajeng Ragil Kuning. Lokusi Gunungsari menginformasikan siapa dirinya yang sebenarnya.

Berikut ini disajikan hasil dari tindak tutur yang didapatkan penulis dalam perakapan pada waktu pementasan ketoprak ”Putri Ragil Kuning” berdasarkan jenis tindak tuturnya.

Tuturan Jenis Tindak Tutur Alasan
Emban : Menawi mbiyen kula mboten kesesa dilamar Pak’e Ndewor, kula lak genah pun dados psikolog! Representatif Tuturan tersebut mengikat penuturnya akan kebenaran isi tururannya bahwa ia tidak jadi psikolog karena lebih dulu dilamar.
RK : Kowe lak ya ngerti tho, Kakangku, Kangmas Panji Asmara Bangun kuwi olehe lunga wis suwe banget, ora ana kabare, aku dadi was sumelang. Representatif Penutur mencoba meyakinkan kepada lawan tutur bahwa Panji benar-benar sudah lama pergi dan membuatnya was-was.
Emban : Pitados tho kaliyan kula, menawi Ndara Panji saget njagi keslametanipun. Direktif
Tuturan ini dimaksudkan agar lawan tutur percaya pada penutur untuk tidak mencari Panji karena Panji pasti bisa menjaga diri.
Emban : Lha wong donya menika jembare mekaten kok ajeng dipadosi,,, Ekspresif Tuturan ini dimaksudkan bahwa tokoh emban mengeluh atau cari-cari alas lawan agar tidak diajak pergi mencari Panji.
RK : Ya digoleki ning ndi wae, waton bisa ketemu. Direktif Tuturan ini dimaksudkan agar lawan tutur mau melaksanakan perintahnya, yaitu mencari Panji hingga ketemu.
RK : Kowe gelem ngancani aku to Yung? Direktif Tuturan ini dimaksudkan agar lawan tutur mau menerima ajakannya.
RK : Saiki ayo budhal nggoleki Kakang Panji! Direktif Tuturan ini dimaksudkan untuk mendesak lawan tutur agar menuruti perintahnya.
Emban : Kula ajrih kaliyan Rama Prabu Gusti, mangke kula lak didukani Ekspresif Tuturan ini bersifat mengeluh atau takut kalau nekat pergi maka akan terkena marah.
Emban : Lha mangke menawi kula diculik pripun? Deklarasi Tuturan tersebut bermaksud menolak ajakan si penutur.
Raja Jenggala : Praja Jenggala kene bakal mbabar pawiyatan sing anyar kang nyinaoni babagan kabudayan Jawa. Representatif Tuturan tersebut mengikat penuturnya akan kebenaran isi tuturan bahwa memang benar akan dibuka pendidikan bahasa Jawa.
Raja Jenggala :ana limang bab sing kudu dilaksanakake supaya para kawula nemoni kahanan panguripan kang luwih becik, yaiku....1-5 Direktif Tuturan ini bermaksud menasihati agar lawan tutur mematuhi apa yang telah disarankan oleh penutur.
Raja Jenggala : Pimpinan kudu nduweni karakter sing becik yaiku amanah lan iso dadi tuladha. Direktif Tuturan ini bermaksud menasihati agar lawan tutur mematuhi apa yang telah disarankan oleh penutur
Gunungsari : Sedaya ingkang sampun dipunaturaken Kanjeng Sinuwun badhe kawula esthokaken Komisif Tuturan ini mengikat penuturnya untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Ini termasuk tindak tutur komisif berjanji.
Perampok 1 : Walah, nyambut gawe kok saiki angel temen! Ekspresif Tuturan ini merupakan tindak tutur ekspresif mengeluh bahwa dahulu bekeerja itu mudah dan sekarang sulit.
Yu Sri : Iki wis tanggal 15, wayahe dho setor! Direktif Termasuk tindak tutur direktif menagih agar lawan tutur segera membayar tagihannya.
Perampok 2 : Kepada yang tergalak Yu Sri, Hormat grak! Direktif Termasuk tindak tutur direktif memberi aba-aba agar lawan tutur melaksanakan sesuai aba-aba yang diberikan.
Perampok 1,2,3 : Jangan kejam-kejam tho Yu...kami ini anak telantar...ampuni kami Yu...huhuhuuu... Deklarasi Termasuk tindak tutur deklarasi melarang dan memohon maaf.
RK : Eh, kisanak, matur nuwun ya...aku wis mbok tulungi. Nek ora ana kowe mbuh piye dadine. Representatif Tuturan ini mengikat penuturnya akan kebenaran tuturan bahwa memang ia berhasil diselamatkan oleh kisanak (Enthit)
RK : Aku wis ana sing nduwe Thit! Pokoke emoh! Deklarasi Tuturan ini bermaksud memutuskan bahwa penutur (Ragil Kuning) menolak tawanan lawan tutur (Enthit) yang bermaksud ingin menikahinya.



KESIMPULAN
Dari uraian yang telah penulis paparkan sebelumnya, dapat disimpulkan :
1. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik dan merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain seperti praanggapan, implikatur, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
2. Jenis tindakan dalam tindak tutur dibedakan menjadi tiga yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Sementara itu, jenis tindak tutur diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasif.
3. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memudahkan seseorang dalam memperoleh informasi dari tindak tutur antara lain : 1) siapa yang berbahasa dan dengan siapa;2) untuk tujuan apa;3) dalam situasi apa;4)dalam konteks apa;5)jalur yang mana;6)media apa;dan 7) dalam peristiwa apa.


DAFTAR PUSTAKA

Budhi Setiawan. 2006. Pragmatik : Sebuah Pengantar. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

I Dewa Putu W. dan M.Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis. Surakarta : Yuma Pustaka.

Kurniawan. 2008. Tindak Tutur.http://awan80.blogspot.com/2008/07/tindak-tutur.html. Diakses tanggal 19 April 2011.

Musofa.2010.TindakTutur.http://wawanjunaidi.blogspot.com/2010/02/klasifikasi-tindak-tutur.html. Diakses tanggal 19 April 2011.

ANALISIS TINDAK TUTUR PADA RUBRIK SMS INBOX PADA KORAN KAMPUS AK-47

Nur Endah Ariningsih
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
JPBS FKIP UNS
email : endahnur66@yahoo.co.id

ABSTRAK

Sebagai alat komunikasi, bahasa berkaitan erat dengan pragmatik yang memahami maksud tersirat maupun tersurat dibalik tuturan baik lisan maupun tulisan. Makalah ini mengulas tentang tindak tutur dalam tulisan SMS INBOX koran kampus AK-47 yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) MOTIVASI FKIP UNS. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam SMS INBOX AK-47 serta maksud apa yang mungkin terkandung di dalamnya. Dalam makalah ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan content analysis dan teknik purposive sampling. Tindak tutur yang terdapat dalam rubrik SMS INBOX AK-47 berupa tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur yang sering muncul dalam tuturan pada tulisan tersebut adalah tindak tutur perlokusi dan ilokusi yang terdiri dari tindak tutur asertif, ekspresif, dan komisif.
Kata kunci: pragmatik, tindak tutur, SMS INBOX

A. PENDAHULUAN
Dalam tataran linguistik, bahasa bisa dikaji dari berbagai sudut pandang baik dari ilmu bahasa maupun interdisipliner ilmu bahasa. Dalam hal ini, pragmatik merupakan salah satu tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. Kalau tataran semantik mempelajari makna secara internal, maka pragmatik mengkaji makna secara eksternal atau makna yang terikat konteks.
Pragmatik menghubungkan makna dengan interpretasi ujaran yang melibatkan negoisasi antara penutur dan lawan tutur serta konteks ujaran dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran. Dalam kegiatan bertutur tentu seorang penutur harus mampu mengaitkan kalimat-kalimat tuturnya dengan konteks yang sesuai bagi pihak yang akan diajak berkomunikasi. Bisa dikatakan bahwa dalam komunikasi, fungsi tindak tutur dari suatu bentuk tuturan dapat lebih dari satu. Fungsi tersebut tergantung pada konteks yang mengacu ke tuturan yang mendahului atau mengikuti tuturan.
Fakta yang ada, terkadang seseorang tidak menggunakan bahasa dalam wujud tuturan yang lengkap dan sesuai kaidah gramatikal. Salah satu contohnya, yaitu penggunaan bahasa dalam SMS INBOX koran kampus AK-47. Meskipun demikian, komunikasi antarpemakai di dalam SMS INBOX dapat berjalan lancar karena mereka mengerti maksud yang terdapat dalam tulisan tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah ini akan dibahas mengenai tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam tulisan SMS INBOX. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam SMS INBOX AK-47 serta maksud apa yang mungkin terkandung di dalamnya.

B. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Sebagai alat komunikasi, bahasa berkaitan erat dengan pragmatik yang memahami maksud tersirat maupun tersurat dibalik tuturan baik lisan maupun tulisan.
Morris (dalam http: //guruumarbakri.blogspot.com/) mengatakan bahwa pragmatik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari pemakaian tanda, yang secara spesifik dapat diartikan sebagai cara orang menggunakan tanda bahasa dan cara tanda bahasa itu diinterpretasikan.
Yule (dalam http://guruumarbakri.blogspot.com/) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna penutur; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Sedangkan Leech (dalam http://awan80.blogspot.com) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang dimaksud seseorang dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana.
Pragmatik erat kaitannya dengan tindak tutur (speech act). Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik dan merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain, seperti : praanggapan, implikatur, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
Berkenaan dengan tindak tutur, Searle (dalam I Dewa & Muh.Rohmadi, 2009 : 21) mengemukakan bahwa secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan seorang penutur, yaitu tindak lokusi (locutionary act), ilokusi (illocutionary act ), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). Lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri dua unsur yaitu subyek dan predikat, Nababan dalam (I Dewa & Muh.Rohmadi, 2009).
Tindak Ilokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menginformasikan sesuatu sekaligus melakukan sesuatu atau sering disebut dengan The Act of Doing Something. Untuk memudahkan identifikasi, ada beberapa verbal yang menandai tindak tutur ilokusi, antara lain : melaporkan, mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterimakasih, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, dan sebagainya.
Tindak Perlokusi adalah suatu tuturan yang mempunyai efek atau daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya.Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atu tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya atau yang sering disebut dengan The Act of Affecting Someone.
Dalam perkembangannya, Searle (dalam http://guruumarbakri.blogspot.com/) mengembangkan teori tindak tuturnya terpusat pada ilokusi. Pengembangan jenis tindak tersebut berdasarkan pada tujuan dari tindak, dari pandangan penutur. Secara garis besar pembagian tindak tutur menurut Searle adalah sebagai berikut.
1. Asertif (Assertives): pada ilokusi ini, penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya saja menyatakan, mengusulkan, membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.
2. Direktif (Directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya : memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat.
3. Komisif (Commissives): pada ilokusi ini penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya : menjanjikan, menawarkan. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur (mitra tutur).
4. Ekspresif (Expressive): fungsi ilokusi ini ialah mengungkap atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
5. Deklarasi (Declaration): berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya: mengundurkan diri, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/ membuang, mengangkat, dan sebagainya. (http://wawan-junaidi.blogspot.com)

C. METODE PENELITIAN
Dalam makalah ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan content analysis yang berupa pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis dari sebuah media massa. Data pokok yang digunakan berupa SMS INBOX AK-47 edisi 114-116 tahun 2011. Teknik pengampilan data dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu terlebih dahulu menentukan sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Jadi, jika penulis mengambil data dari rubrik SMS INBOX AK-47 maka, yang dijadikan sampel adalah beberapa data yang terdapat di rubrik SMS INBOX AK-47, bukan data yang lain.
Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah teknik studi pustaka. Penulis mengambil data dari SMS INBOX AK-47 dan dikembangkan berdasarkan kajian teori dari berbagai sumber pustaka.

C. PEMBAHASAN
Rubrik SMS INBOX AK-47 merupakan rubrik bagi para pembaca koran kampus AK-47 untuk menyampaikan saran, keluhan, usulan, maupun kritikan tentang berbagai persoalan yang sedang terjadi di kampus yang dirasakan atau diketahui oleh pembaca. Rubrik ini tentunya mempunyai nama yang berbeda-beda pula di setiap surat kabar. Misalnya di harian SOLOPOS menamai rubrik ini dengan Kriing SOLOPOS, harian Joglosemar menamai dengan rubric RAKYAT BICARA dan sebagainya.
Pada rubrik ini, penulis (pembaca, mahasiswa, dosen-pen) mengirimkan tulisannya lewat pesan singkat melalui HP ke nomor tujuan yang tertera di bawahnya atau melalui email LPM MOTIVASI FKIP UNS dengan menggunakan bahasa tulis karena komunikasi penulis dan pembaca menggunakan media surat kabar. Selain itu, penulis pun menyadari akan keterbatasan ruang, dan waktu media yang digunakan, sehingga penulis harus mengikuti aturan kode etik jurnalistik, yaitu menggunakan ragam bahasa yang singkat, jelas, sederhana, dan menarik pembaca
Berikut ini akan penulis sajikan beberapa data SMS INBOX AK-47 edisi 114-116 beserta analisisnya.
1. (085725353XXX)
Saya mahasiswa FKIP UNS “Berkarakter kuat dan cerdas”, mbayar SPP dengan fasilitas yang didapat berbeda!
Analisis : tuturan tersebut tidak hanya menginformasikan sesuatu, tetapi juga bermaksud melakukan sesuatu, yaitu mengeluhkan keadaan di FKIP UNS yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Mungkin karena ia sudah membayar mahal namun realitanya tidak sesuai dengan harapan. Dari keluhannya tersebut diharapkan bisa menyadarkan pihak-pihak terkait yntuk lebih memperbaiki fasilitas yang ada agar sesuai dengan pengorbanan mahasiswa. Tindak tutur tersebut termasuk tindak ilokusi jenis asertif.
2. (Yudith)
Kuliah “nyaman” banget! Udah kipas angin tidak menyala, LCD tidak ada, belajar jadi tidak efektif.
Analisis : dari tuturan tersebut menunjukkan bahwa si penulis bermaksud menyatakan keluhannya melalui sindiran dengan menggunakan diksi “nyaman”, meskipun faktanya tidak seperti itu. Ini termasuk jenis Ilokusi yang berarti tidak hanya untuk menginformasikan sesuatu tetapi juga mendorong pembacanya untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini, diharapkan pihak birokrat atau yang bersangkutan bisa segera memperbaiki fasilitas kipas angin dan LCD yang ada di kelas tersebut. Tindak tutur ini termasuk tindak ilokusi jenis asertif mengeluh.
3. (Surya PTM 2009)
BEM FKIP jangan membodohi mahasiswa FKIP dengan menggunakan kartu suara pemilihan dekan FKIP. Itu pembodohan massal!
Analisis: tuturan tersebut menunjukkan kekecewaan penutur kepada lawan tutur (pihak BEM FKIP) yang menurutnya telah membodohi mahasiswa melalui kartu suara. Tuturan ini bisa dimasukkan dalam jenis tindak perlokusi. Adapun efek perlokusi yang diharapkan agar ke depannya BEM menggunakan cara lain untuk pemilihan dekan selain menggunakan kartu suara.
4. (058747320XXX)
Saya tidak mau jika PTK harus berdampingan dengan rumah sakit milik kedokteran. Lebih baik menderita di kampus V Pabelan yang amburadul daripada dijajah FK.
Analisis: tuturan tersebut termasuk jenis tindak perlokusi. Namun, terdapat pula ilokusinya yang secara tidak langsung untuk menginformasikan bahwa mahasiswa PTK tidak ingin dipindahkan di dekat rumah sakit milik kedokteran. Sedangkan efek perlokusi yang diharapkan yaitu agar mahasiswa PTK tetap berada di kampus V Pabelan, karena mereka lebih nyaman di sana.
5. (Arviant-FKIP)
Kok hotspot PGSD sering mati dan lemot ya? Tapi buat satu orang kok bisa cepet? Thanks yang bias kasih penjelasan.
Analisis : tuturan tersebut selain berfungsi untuk menginformasikan juga bermaksud untuk melaporkan agar pihak yang terkait masalah tersebut lebih mengelola fasilitas hotspot dengan baik. Tuturan ini termasuk jenis tindak ilokusi jenis ekspresif-mengeluh.
6. (Puji Indah-Sastra Indonesia)
Kampus kita seringkali kecurian barang-barang yang sering dipakai di kelas. Padahal selesai perkuliahan kelas dikunci. Bagaimana kalau diberi CCTV supaya aman, jadi tiap kelas dikasih kamera biar jelas.
Analisis : tuturan tersebut tergolong jenis tindak ilokusi yang berfungsi untuk memberikan saran/solusi yang lebih baik agar kehilangan fasilitas-fasilitas di kelas tidak terjadi lagi. Tindak tutur ini termasuk jenis ilokusi komisif karena penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan yaitu ‘mengusulkan cara’.
7. (Nufi-PLB)
Pembangunan gedung tidak ada kejelasannya, kenapa terhenti? Kalau memang ingin direnovasi ya harus benar-benar dilaksanakan.
Analisis : tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak ilokusi dan perlokusi. Selain menginformasikan sesuatu tuturan tersebut juga berfungsi untuk melakukan sesuatu yaitu memerintah agar pembangunan gedung segera diselesaikan. Sementara itu, efek perlokusi yang diharapkan adalah agar pihak birokrat yang mengurusi masalah pembangunan gedung tersebut segera merealisasikan proyeknya, bukan malah terhenti dalam waktu yang cukup lama.
8. (Andrian-PLB)
Kamar mandi gedung E tidak layak pakai, masak cowok sama cewek tempatnya dicampur?
Analisis : tuturan tersebut bukan semata-mata melaporkan sesuatu, tetapi secara tidak langsung merupakan masukan agar kamar mandi di gedung E dipisahkan antara kamar mandi untuk laki-laki dan perempuan. Tuturan ini termasuk jenis tindak perlokusi.


D. SIMPULAN
Tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur yang merupakan fenomena aktual dalam situasi atau suatu tindakan yang diikuti oleh pengungkapan kata-kata atau kalimat yang didukung oleh ekspresi tertentu dengan mengaitkan konteks yang mendasari penjelasan pengertian suatu bahasa. Dalam tindak tutur, satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari satu fungsi dan di dalam komunikasi yang sebenarnya satu fungsi ujaran dapat dinyatakan, dilayani, atau di utarakan dalam berbagai bentuk ujaran.
Tindak tutur yang terdapat dalam rubrik SMS INBOX AK-47 berupa tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur yang sering muncul dalam tuturan pada tulisan tersebut adalah tindak tutur perlokusi dan ilokusi yang terdiri dari tindak tutur asertif, ekspresif, dan komisif.

DAFTAR PUSTAKA

Budhi Setiawan. 2006. Pragmatik : Sebuah Pengantar. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

I Dewa Putu W. dan M.Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis. Surakarta : Yuma Pustaka.

Imron Rosidi. 2009. Mengenal Pragmatik. http://guru-umarbakri.blogspot.com/2009/05/kajian-bahasa.html. Diakses tanggal 16 Juni 2011.

Kurniawan. 2008. Tindak Tutur.http://awan80.blogspot.com/2008/07/tindak-tutur.html. Diakses tanggal 19 April 2011.

Musofa.2010.TindakTutur.http://wawanjunaidi.blogspot.com/2010/02/klasifikasi-tindak-tutur.html. Diakses tanggal 19 April 2011.

Minggu, 06 Maret 2011

Sepenggal Episode...

Oleh : Nur Endah A

Cinta…ya…setiap orang sesuai fitrahnya pasti memiliki rasa cinta…menginginkan untuk bisa mencintai dan dicintai pula. Sering ku dengar definisi tentang cinta..namun bagiku cinta adalah sebuah kekuatan yang mungkin tak terdefinisikan karena cinta telah cukup dijelaskan oleh cinta itu sendiri…
Sebut saja aku Ria (nama samaran). Hatiku tertaut pada salah seorang pemuda, Hasan (samaran) namanya. Telah kupendam rasa itu setahun lamanya. Sebenarnya aku tak ingin mengungkapkan ini semua. Namun, semakin aku mengelak, semakin aku tak bisa membohongi hatiku sendiri. Lalu aku pun memutuskan tuk mengakuinya. Ya...kepada pemuda itu...
“Dek, disetiap kejujuran itu pasti ada hikmahnya, Allah suka orang yang jujur karena itu salah satu sifat para Nabi, jika adek udah jujur maka adek udah terlepas dari beban...”, kata itulah yang aku dengar kala ia tahu isi hatiku yang sesungguhnya. Ya...kata–kata itu begitu menyejukkan hatiku.
Tapi....Betapa terkejutnya aku setelah ia ungkapkan bahwa ia telah memiliki calon istri. Dadaku sesak hingga sulit tuk bernafas, perlahan air mataku pun mengalir. Apa mungkin karena aku terlambat jujur? seharusnya sebelum ia punya orang lain aku terlebih dahulu mengatakan, termasuk saat dia menebak dulu rasaku itu, sesalku dalam hati. Ah, tapi tiada guna ku sesali…mungkin ini memang jalan takdirku. Ya...aku pun mencoba menenangkan hatiku.
Seketika itu ku putuskan tuk kuatkan hatiku, meski aku rapuh, meski deras airmata tak kuasa ku hentikan, aku tetap berkata padanya “ Tidak apa-apa mas,,,semoga berbahagia”, kataku. “Iya, aku mengerti dan aku mengakui itu Dek, trimakasih atas perhatian dan ketulusanmu, semoga engkau pun demikian,,”, jawabnya lemah.
Ya Allah, aku sungguh mencintai-Mu lebih dari apapun. Namun aku hanya manusia biasa, yang juga mencintai hamba-Mu... Slalu ku sebut namanya dalam tiap tahajudku....hatiku tergetar...mataku berurai airmata...tengadahku penuh harap akan ia. Tapi kini ia telah dimiliki orang lain…curhatku pada-Nya.
Ah, mungkin ia memang bukan tercipta untukku, meski bagiku ia adalah sosok pemuda yang cukup baik, tutur katanya lembut, sikapnya mempesona, rajin, shaleh, dan selalu menebar senyum sederhananya itu. Perlahan ku coba melupakannya dan membuka pintu hatiku untuk orang lain walau tautanku terhadapnya seakan tak bisa terputus. Aku harus bisa, aku harus tegar, jangan sampai aku lemah, begitulah semangatku. Biarlah jiwa ragaku tetap bernyanyi menghibur diri hingga kelak kan datang pemuda lain sebagai penggantinya yang lebih baik.
Dan seiring berjalannya waktu, aku pun bertemu pemuda lain yang memang bagiku lebih baik darinya. Sepenuhnya jiwaku pun bisa mencintainya hingga berakhir dalam suatu perjanjian tuk senantiasa bersama. Ya,,,aku telah bertemu ia, pemuda lain, yang tak lain adalah “teman hidupku”.
Pembaca yang budiman, begitulah cara Allah memberikan kejutan pada hamba-Nya. Ketahuilah bahwa ternyata “Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik pula menurut-Nya”. Ibarat kita minta mawar tapi diberi batang yang berduri, namun kelak batang itu akan menumbuhkan mawar yang lebih indah dan harum pada waktunya. Itulah buah dari kesabaran. Seperti halnya hidup, mati, atau rezeki, jodoh adalah salah satu rahasia terbesar-Nya. Maka jangan khawatir, cinta akan indah pada waktunya, serahkan semua kepada-Nya yang tahu mana yang terbaik buat kita. Tetap optimis, berdoa dan berikhtiar menjemput “teman sejati” kita.

Rabu, 26 Januari 2011

Untuk Kawan Hidupku, yang Ku Belum Tahu Siapa…….

Apa kabarmu hari ini?

Rindu demi rindu menyatu dalam relung hatiku

Entah dimana dirimu sekarang, tapi aku yakin Allah selalu mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku….



Kawan hidupku,,,

Apa yang kuharapkan darimu adalah kesalihan

Dan semoga engkau pun demikian,,,

Aku tahu…."Dinikahi seorang wanita karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah agamannya, maka beruntunglah kedua tanganmu".

Itulah sebuah pijakan utama buatmu memilih calon isteri..



Kawan hidupku,,,

Jika harta yang engkau idamkan,.

maka ketahuilah diriku bukanlah orang yang berada.

Tiada harta yang dapat kupersembahkan dalam ijab-kabul kita nanti.

Jika keturunan yang engkau dambakan,

ketahuilah bahwa aku hanyalah manusia biasa dari keluarga yang biasa pula.

Kecantikan??

Ya… aku pun meyakini bahwa engkau juga tidak terlepas seperti manusia yang lainnya.

Ketahuilah wahai Kawan hidupku,,,,

Jika kecantikan yang engkau inginkan dariku,

maka engkau telah salah langkah

karena telah aku hijabkan kecantikan diriku ini

dengan agama yang aku yakini ini.



Kawan hidupku,,,



Kelak….

Bimbinglah aku tuk jadi pendamping yang solehah,

agar aku termasuk salah satu bidadari surgamu.



Tapi maafkan aku…..



Aku ini pencemburu berat….

Namun jika Allah dan Rasul lebih kau cintai daripada aku, aku rela..



Kawan hidupku,,,



Bunga akan indah pada waktunya.

Maka kini tengah kupersiapkan diri menyambut kehadiranmu.

belajar menjadi yang terbaik…

setidaknya menjadi yang terbaik disisimu kelak…
Salah Nalar dalam Bahasa Indonesia
Oleh :
Nur Endah A.
Mahasiswa Pendidikan Bahasa&Sastra Indonesia
FKIP UNS
Salah nalar pemakaian kalimat dalam Bahasa Indonesia hingga saat ini masih sering terjadi. Kesalahan ini sering penulis temukan dalam kata pengantar, baik makalah maupun karya ilmiah lainnya seperti Skipsi, Thesis, atau Disertasi. Sebagai contohnya, penulis sering menemukan kalimat (1) Puji syukur penulis panjatkan kehadirant Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, maka skripsi ini dapat terselesaikan. (2) Walaupun disadari dalam skripsi ini masih ada kekurangan, namun diharapkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan fragmatika.
Kesalahan pada kalimat (1) terletak pada penggunaan konjungsi maka yang menunjukkan sebab-akibat. ktur Sesuai logika, manusia bersyukur karena mendapatkan nikmat, termasuk dapat menyelesaikan skripsi. Namun, struktur kalimat yang ditandai dengan konjungsi maka, berarti yang menjadi sebab adalah puji syukur penulis dan akibatnya adalah terselesainya skripsi. Kalimat (1) seharusnya diperbaiki menjadi Puji syukur penulis panjatkan kehadirant Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan.
Sementara itu, kesalahan pada kalimat (2), jika penulis menyadari masih ada kekurangan, seharusnya penulis berusaha membereskan terlebih dahulu baru disusun menjadi skripsi, jangan menunjukkan kekurangan tersebut. Mungkin kekurangan yang dimaksud penulis skripsi dalam hal ini adalah kekurangan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang tak sempurna. Namun, alangkah baiknya jika kalimat (2) diperbaiki menjadi Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin, namun manusia tidak pernah lepas dari kekurangan. Jika pembaca menemukan kesalahan pada skripsi ini, penulis menerima saran dan kritik secara terbuka.......dan seterusnya.
Kesalahan lain yang sering penulis jumpai yaitu kesalahan nalar pada saat moderator memimpin suatu acara atau seminar. Sering kali kita mendengar kalimat ”Untuk menyingkat waktu, sebaiknya acara segera dimulai”. Waktu tidak dapat diperpanjang atau diperpendek, tetapi harus dimanfaatkan salah satunya dengan menghemat waktu. Dengan demikian, kalimat tersebut sebaiknya diperbaiki menjadi “Untuk menghemat waktu, sebaiknya acara segera dimulai”.
RESENSI BUKU


Tuhan Senantiasa Beserta Kita

Judul Buku :You Are Not Alone: 30 Renungan tentang Tuhan dan Kebahagiaan
Penulis : Arvan Pradiansyah
Penerbit : Elex Media, 2010
Halaman : 252 hal., soft cover
ISBN : 978-979-27-7918-9
Kategori : Spiritualitas; Inspirasional; Pengembangan Diri
Harga : Rp.52.800,00

Arvan Pradiansyah adalah Managing Director di Institute for Leadership and Life Management (ILM), sebuah lembaga pelatihan dan konsultasi sumber daya manusia, kepemimpinan, dan life management berbasis di Jakarta, pembicara publik, kolumnis, konsultan, dan penulis beberapa buku best seller. Buku-buku yang berhasil ia terbitkan antara lain You Are A Leader (2003), Life is Beautiful (2004), Cherish Every Moment (2007), dan The 7 Laws of Happiness (2008). Buku You Are Not Alone merupakan karyanya yang kelima.
Buku ini merupakan renungan mengenai Tuhan dan kebahagiaan. Tuhan yang dimaksud dalam buku tersebut lebih bersifat sebagai Tuhan universal, tidak mengacu pada Tuhan di ajaran agama tertentu. Tujuannya agar renungan tersebut dapat dinikmati oleh pembaca dengan beragam latar belakang, bahkan (mungkin) yang mengaku ateis sekalipun. Jadi, buku ini berbicara mengenai spiritualitas, bukan religiusitas.
“Masyarakat kita dikenal sebagai masyarakat religius tapi sayangnya bukan masyarakat yang spiritual. Kita rajin pergi ke tempat ibadah tapi begitu ke luar dari sana kita menjadi orang yang berbeda 180 derajat. Kita percaya pada Tuhan tapi tidak beriman kepada Tuhan. Ketika beribadah kita menyembah Tuhan, tapi ketika berbisnis kita memasabodohkan Tuhan. Kita melakukan hal-hal tercela tanpa beban, seolah-olah Tuhan tidak melihat kita, bahkan menganggap Tuhan tidak pernah ada. Tuhan bukanlah sosok yang jauh. Dia sangat dekat dengan diri kita dan senantiasa memperhatikan kita. Dosa, kesalahan, dan perbuatan tercela sesungguhnya disebabkan manusia tidak percaya bahwa Tuhan itu senantiasa melihat dan bersamanya. Pemikiran inilah yang semakin meyakinkan saya betapa pernyataan "You Are Not Alone" sangat powerful.” Demikian yang ditulis Arvan Pradiansyah pada kata pengantar buku terbarunya itu.
Arvan berharap dengan adanya buku ini akan berdampak yang cukup signifikan bagi pengembangan karakter masyarakat, terutama di Indonesia. Tentu sungguh memprihatinkan bila kita membaca fakta betapa mayoritas penduduk di negeri religius ini justru memiliki kebiasaan korupsi yang mengerikan. Bahkan mungkin tidak ada satu pun lembaga penegak hukum yang bersih dari korupsi.
Oleh karena itu, dalam buku ini Arvan berusaha mengaitkan spiritualitas dengan pembentukan manusia agar menjadi lebih berkualitas. Dia menyatakan bahwa manusia diciptakan dengan misi masing-masing dari Tuhan. “Hidup adalah sebuah misi yang harus kita pertanggungjawabkan. Tuhan tidak menciptakan kita sekadar untuk memenuhi dunia. Tuhan pasti menciptakan kita dengan maksud tertentu. Ada misi Tuhan yang dititipkan kepada kita. Namun Dia hanya secara implisit menyatakan yang Dia inginkan dari kita masing-masing. Kitalah yang harus mencarinya dengan cara mengeksplorasi dan mengenali diri masing-masing. Karena itu, hal terpenting dalam hidup ini ialah menemukan apa yang terpenting dan menjalankannya”, begitu yang ia tulis.
Saya begitu banyak mendapatkan pencerahan lewat buku ini. Susunan judulnya mulai dari You Are Not Alone, Antara Engkau dan Dia, Seorang Alim di Surga, Aku Ada di Dekatmu, hingga yang paling akhir Salah Berdoa begitu runtut dan sistematis menurut saya. Setiap pokok bahasan selalu disajikan contoh konkret yang sesuai sehingga menambah kefahaman pembaca. Kata-kata yang digunakan pun sederhana, mudah dipahami semua khalayak, sarat makna, tanpa meninggalkan aspek etika dan estetika.
Layaknya manusia yang tak sempurna, buku ini pun masih memiliki beberapa kekurangan. Sebagian contoh yang digunakan Arvan sepertinya hanya imajinasinya saja meski saya akui banyak juga contoh-contoh yang faktual. Namun saya paham maksud Arvan adalah untuk memudahkan pembacanya lebih mengerti apa yang ingin ia sampaikan.
Ditinjau dari segi penulisan kata-kata, tampaknya juga masih ada beberapa yang tidak sesuai diksi maupun ejaannya. Ilustrasi gambar dalam setiap pokok bahasan juga banyak yang kurang sesuai meskipun ada beberapa ilustrasi yang masih bisa dipahami secara implisit.
Secara umum, buku ini sudah bisa dikatakan bagus dan layak untuk dikonsumsi semua khalayak. Buku ini cukup membuat saya jatuh cinta untuk sering-sering membacanya meskipun sudah berulang-ulang.
Ya, saya mendapatkan pencerahan, hikmah, pelajaran, pengetahuan, dan tentunya semakin sadar akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Dimana, kapan, dan bagaimanapun keadaan kita janganlah lupa bahwa Tuhan selalu beserta kita. Cukup Dia-lah kekasih sejati kita, cukup Dia-lah sebaik-baik pelindung dan penolong kita. Jangan merasa sendiri, karena Tuhan tak akan pernah jauh dari kita, sejengkal pun tak akan. Justru Dia teramat setia menyertai kita dalam setiap pikiran, aktivitas, serta langkah-langkah kita. Oleh karena itu, libatkanlah Dia dalam situasi dan kondisi apapun yang kita alami entah sedih, senang, duka, dan segalanya.
Sekali lagi, buku ini cukup bagus, sungguh merupakan mahakarya yang luar biasa dari Arvan yang berhasil menghipnotis pembaca untuk selalu mengingat pada Yang Esa, bahwa Ia selalu menyertai hamba-Nya.
(Nur Endah A./ Pendidikan Bahasa& Sastra Indonesia/FKIP UNS)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Adakan Pentas Penyutradaraan

“Produk utama yang diharapkan FKIP UNS adalah guru yang berkarakter kuat dan cerdas sesuai visi dan misinya. Melalui penyutradaraan, mahasiswa diharapkan menguasai kompetensi sebagai pendidik sesuai kualifikasi kurikulum yang diterapkan di lapangan”, ujar Budi Waluyo selaku dosen pengampu mata kuliah penyutradaraan.

Mahasiswa semester V Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS mendapatkan mata kuliah Penyutradaraan dengan beban 2 SKS. Tujuan dengan adanya mata kuliah ini antara lain agar mahasiswa menguasai kompetensi yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini yaitu KTSP. “Fenomena yang ada sekarang banyak guru yang melewatkan pelajaran sastra. Padahal di kurikulum sekarang muatan sastranya lebih dari 50 persen yang terdiri dari prosa, pusi, dan salah satunya adalah drama. Mahasiswa diharapkan menguasai teori dan praktik drama sekaligus sebagai bekal saat menjadi guru agar dapat mengimplementasikan kurikulum dengan baik dan tidak canggung”, ungkap Budi Waluyo disela-sela waktu senggangnya kepada majalah DIDIK.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa pentas penyutradaraan diadakan sebagai salah satu tolok ukur mengetahui kemampuan mahasiswa tentang drama. “Kalau hanya sekadar teks saja itu baru separuh perjalanan, berdasarkan definisinya, drama adalah karya sastra yang diproyeksikan di atas pentas kepada penonton. Jadi ya harus di pentaskan dengan beberapa kriteria tentunya...”, jelasnya.

Foto saat mahasiswa memerankan adegan

Pentas penyutradaraan yang dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2011 bertempatkan di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) mulai pukul 08.00-18.00. Masing-masing judul yang dipentaskan yaitu“ Cinta Terlarang” karya Angga R.R dengan sutradara Galang Mahardika, “Bu Juragan!!!” karya M.V. Bayu dengan sutradara Ilham Ratih Anggraeny.S, “Orang Kasar” karya Anton Chekov dengan sutradara Nailu Ruhma, “Kapal Nuh” karya Hanindawan dengan sutradara Winda Ayu Cahya F., dan “Pada Suatu Hari” karya Arifin C. Noer dengan sutradara Prihanto Ndaru Mulya.
Pementasan dinilai oleh kedua dosen pembimbing yaitu Prof. Dr. H.J.Waluyo dan Budi Waluyo, M.Pd. dengan beberapa kriteria yaitu dilihat dari segi artistik, keaktoran, musik, kostum, penyajian, dan konsep penyutradaraan. Namun, yang paling penting adalah pertunjukan secara utuh. “Pertunjukan secara utuh dalam satu kesatuan yang meliputi ketepatan penyajian seperti musik, artistik, dan sebagainya itu yang paling penting”, tambah Budi. Selain itu, diputuskan pula aktris, aktor, dan pementasan terbaik.

Foto bersama saat satu pementasan usai

Meskipun dalam pelaksanaannya menuai banyak kendala baik secara teknis maupun nonteknis, namun sejauh ini masih bisa diatasi dengan baik seperti yang diungkapkan oleh Budi Waluyo “Kendala ya tentu ada. Tidak semua mahasiswa senang dengan drama apalagi harus belajar acting, latihan sampai malem, pengorbanan biaya, dan sebagainya. Tapi toh selama ini kita tetap bisa pentas dengan baik…”tegasnya.
Melalui penyutradaraan, mahasiswa diharapkan dapat mengajarkan sastra dengan baik jika kelak menjadi guru Bahasa Indonesia di sekolah. “Saya berharap kelak jika sudah menjadi guru, mahasiswa mampu mendidik, mengajar, dan menyampaikan sastra. Menurut saya, drama itu sangat efektif untuk membentuk karakter siswa, melatih kepekaan sosial, membentuk budi pekerti yang baik, dan memupuk rasa solidaritas siswa”, pungkasnya.

Endah_Aida