Jumat, 30 Juli 2010

GURU SEBAGAI PILAR TELADAN DALAM MEMBINA BAHASA INDONESIA

Oleh : Nur Endah A.

Hasil ujian nasional (UN) tingkat sekolah menengah (SMP dan SMA) telah diumumkan bulan April lalu. Faktanya hasil kelulusan siswa tahun ini turun drastic jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, angka kelulusan UN tahun ini lebih jelek dibanding dengan angka kelulusan UN 2009. Sekadar perbandingan, angka kelulusan UN 2009 mencapai 95.05 %, sedangkan tahun 2010 mencapai 89. 61 %.
Berdasarkan pada data tersebut, membuat kita bertanya-tanya pantaskah UN dijadikan sebagai penentu kelulusan?. Ya,,penurunan angka kelulusan yang sangat significan tahun ini agaknya juga menjadi sebuah ironisme ditengah naiknya anggaran pendidikan.
Yang lebih tragis lagi salah satu mata pelajaran yang paling banyak memicu ketidak lulusan siswa adalah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Banyak siswa SMP dan SMA yang tidak lulus di mapel Bhs.Indonesia. Nilai bahasa Indonesia yang jeblok mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia mulai diabaikan dan disepelekan. Siswa banyak yang memandang rendah akan apa yang sebenarnya menjadi jati diri bangsanya sendiri. Melihat fakta tersebut marilah kita menilik kembali tentang pembelajaaran Bahasa Indonesia di sekolah.
Selama ini, pembelajaran Bahasa Indonesiadi sekolah dirasa belum sesuai apa yang diharapkan. Dari pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan siswa mampu menguasai keempat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.. Namun kenyataannya, masih banyak guru yang memberikan materi secara teoretis saja.

Pembelajaran sastra yang diakumulasikan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah nampaknya juga masih jauh dari yang diharapkan. (Tarno dalam http://johnherf.wordpress.com/) menegaskan bahwa pengajaran sastra di sekolah lebih banyak kegiatannya untuk mempelajari ragam bahasa, di sisi-sisi ragam bahasa lainnya.
Selain itu, metode menghafal, yang dapat saja berupa menghafal nama-nama para sastrawan, menghafal peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan kegiatan sastra atau peristiwa sastra, maupun menghafal contoh-contoh soal terdahulu dengan jawaban yang tersedia, yang semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus pada ujian akhir maupun pada kuis-kuis yang diadakan, sungguh-sungguh telah mengingkari dan sekaligus mengkhianati hakikat sastra. (http://johnherf.wordpress.com)
Sistem pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang masih banyak berpusat pada guru juga membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran di kelas dan menyebabkan siswa menyepelekan Bahasa Indonesia. Siswa tidak bersemangat atau tidak berminat dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif (tidak aktif), tidak ada gairah dan keseriusan. Sehingga paradigma bahwa Bahasa Indonesia itu mudah dan tidak usah belajar pun bia makin melekat pada diri siswa.
Selain itu, akibat lain dari pembelajaran yang masih monoton dan berpusat pada guru yaitu siswa kurang dalam menguasai keterampilan berbahasa baik dalam berbicara yang belum terampil, kurangnya pengetahuan berbahasa yang baik dan benar, maupun rendahnya kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan lewat bahasa tulis.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sosok guru yang professional , mengingat peran guru sebagai pendidik sekaligus pilar teladan berbahasa. Guru juga harus mengoreksi diri misalnya dengan mengubah pembelajaran yang awalnya guru sebagai pusat menjadi siswa yang sebagai pusatnya. Selain itu perlu pula guru menerapkan sistem pembelajaran yang bervariasi dan tidak monoton.
Menurut John dalam artikelnya, hal-hal yang dapat dilakukan guru antara lain guru harus menanamkan sikap cinta terhadap bahasa Indonesia termasuk cara-cara berbahasa yang baik dan benar. Dalam pelajaran sastra, guru hendaknya juga mempunyai pengetahuan tentang sastra yang luas dan lebih mengaktifkan siswanya untuk lebih kreatif. Suasana yang menyenangkan dalam kelas juga sangat dibutuhkan oleh siswa. Jika guru bias melakukan kesemuanya itu, maka tak aka nada lagi siswa yang pasif di kelas dan tak aka nada lagi siswa yang menyepelekan Bahasa Indonesia.


REFERENSI :

John. 2007. Makalah :Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. http://johnherf.wordpress.com/2007/02/07/bahasa-dan-sastra-indonesia-di-sekolah/. (28 Mei 2010).


Mudjia R. 2010. Hasil UN 2010 Jeblok: Sebuah Ironi di Tengah Peningkatan Anggaran Pendidikan. http://mudjiarahardjo.com/beranda/199.html. (28 Mei 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar