Kamis, 12 Agustus 2010
Minggu, 01 Agustus 2010
apresiasi puisi
Tentang Calon Menantunya
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Terpupuslah sudah masa-masa sepiku
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
Hatimu yang baik itu
Yang selalu mencintaiku
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak, sederhana
Mama
Burung dara yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemui jodohna
Ia telah meninggalkan sarang yang kau buatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
Begitu kata alam, begitu kau mengerti
Bagai dulu bundamu melepas kau
Kawin dengan ayahku. Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya
Untuk mengawinimu
Tentu sangatlah berat
Tapi itu harus, mama!
Dan akhirnya tak
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata ;’anakku!’
Bila malam telah datang
Kisahkan padanya
Riwayat para leluhur kita
Yang ternama dan perkasa
Dan biarkan ia nanti
Tidur disampingmu
Iapun anakmu
Sekali waktu nanti
Ia akan melahirkan cucu-cucumu
Mereka sehat-sehat dan lucu-lucu
Dan kepada mereka
Ibunya akan bercerita
Riwayat yang baik tentang nenek mereka
Bunda bapak mereka
Ciuman abadi
Dari anak lelakimu yang jauh
Willy
Pendekatan Strukturalisme Puisi
1. Tipografi (penyusunan baris dan bait dalam puisi)
Berdasarkan jenis tipografinya, puisi diatas termasuk jenis puisi dengan tipografi teratur dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama. Alasannya, pada puisi tersebut pengarang masih menggunakan persamaan bunyi atau rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun baris dan baitnya tidak sama.
2. Kata dan Diksi
Dalam puisi tersebut, pengarang lebih banyak menggunakan kata –kata yang sudah familier dan mudah dipahami oleh pembaca meskipun ada juga beberapa kata yang mengalami defamilier.
Sementara itu, diksi yang digunakan pengarang kebanyakan bermakna konotatif. Misalnya, ia melukiskan kehidupannya dahulu dan berubah saat ia telah menemukan jodohnya dengan “kapal yang berlayar yang telah berlabuh dan ditambatkan”. Ia juga melukiskan dirinya sewaktu belum menemukan jodohnya dengan istilah “burung dara yang nakal”.
3. Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik
Bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi tersebut antara lain :
a)Perbandingan
contoh :
o Seseorang yang bagai kau
o Dan bagai Bunda ayahku melepaskannya
Untuk mengawinimu
- Bagai dulu bundamu melepas kau
b) Metafora
Contoh :
o Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak, sederhana
o Burung dara yang nakal
c) Personifikasi
Contoh :
o Terpupuslah sudah masa-masa sepiku
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
o Dan sepatu yang berat serta nakal
d) Hiperbola
Contoh :
o Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
o Kini terbang dan telah menemui jodohnya
e) Repetisi
Contoh :
o Begitu kata alam, begitu kau mengerti
o Apabila telah dimengerti
Apabila Telah Disadari
4.Rima, Aliterasi, Asonansi
Rima (persamaan bunyi akhir kata yang terdapat antar baris dalam satu bait, terdiri dari rima awal, tengah, akhir)
rima dalam puisi diatas kebanyakan berupa rima akhir. Contohnya pada bait pertama :
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Bait tersebut rimanya abbab. Selanjutnya pada bait-bait berikutnya dan seterusnya juga mempunyai rima akhir.
Aliterasi (persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi)
Contoh:
Terpupulah sudah masa-masa sepiku
Telah berlabuh dan ditambatkan
Asonansi (persamaan bunyi vokal pada satu baris puisi)
Contoh:
Mama yang tersayang
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
Yang ternama dan perkasa
5.Imaji (citra atau bayangan yang muncul dalam pikiran pembaca puisi)
Contoh:
Imaji penglihatan :
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Kini terbang menemui jodohnya
Bila malam telah datang
Imaji pendengaran :
Dan panggillah ia dengan kata ;’anakku!’
Kisahkan padanya
Riwayat para leluhur kita
6.Tema Dan Amanat
Tema puisi diatas adalah : perjuangan seorang anak untuk mendapatkan ridho Ibunya.
Amanat :
· Hendaknya kita mengatakan segala-sesuatu dengan sejujur-jujurnya kepada Ibu sebagai orang tua kita. Seperti pada bait :
Mama yang tersayang
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
· Jika memilih pendamping hidup pilihlah yang baik budi pekertinya.
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
· Sorang Ibu hendaknya mau memberikan restu ketika anaknya telah menemukan jodohnya.
…
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
· Hendaklah seorang Ibu menyayangi menantunya seperti halnya ia menyayangi anak kandungnya sendiri.
….
Dan akhirnya tak
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata ;’anakku!’
7.Makna Puisi
Makna puisi diatas adalah ungkapan perasaan senang Rendra ketika ia telah menemukan pendamping hidupnya. Ia menceritakan kebahagiaanya itu kepada bundanya agar mau merestui dan menerima calon istri yang sudah lama dinantikan Rendra.
BAHASA SIMBOLIS DALAM PUISI SEMBAHYANG RERUMPUTAN
Ahmadun Yosi Herfanda, lahir di Kendal,7 Januari 1956, alumni Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta. Hingga kini menjabat redaktur budaya harian Republika. Beliau menulis antologi puisi Sang Matahari (1984), Ladang Hijau ( 1990 ), Sajak Penari ( 1991 ), Sembahyang Rerumputan ( 1996 ), dan kimpulan cerpen Sebelum Tertawa Dilarang (1997).
Salah satu puisinya yaitu Sembahyang Rerumputan
SEMBAHYANG RERUMPUTAN
Aku, rerumputan
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Topan melanda
Tubuhku begoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang menggurat di bumi
Tak berhenti mengucap sholawat nabi
Tebanglah aku
Akan segera tumbuh sebagai rumput baru
Bakarlah daun-daunku
Akan bertunas melebihi dulu
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Di kota-kota disishkan
Alam memeliharaku subur di hutan
Aku rerumputan
Tak lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kuberikan
Pada bumi akar-akar kupertahankan
Agar tidak kehilangan akar keberadaan
Di bumi terendah aku berada
Tapi zikirku menggema
Dilangit dan cakrawala
La ilaaha illallah
Muhammadar Rasulullah
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Segala gerakku
Adalah sembahyang
Dalam puisi di atas pengarang banyak menggunakan bahasa simbol misalnya saja pada kata Aku, rerumputan. Pengarang mengibaratkan bahwa dirinya hanyalah rerumputan. Ini beratalian dengan eksistensi manusia hidup di muka bumi ini. Kita hidup ibarat rumput, sangat rendah, hina di hadapan Sang Pencipta.
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuki
Wa mahyayaa wa mammati
Lillahi Robbil’alamin
Bait tersebut mengandung pesan agar kita hidup di dunia ini jangan lupa akan tugas utama kita yaitu menyembah kepada Allah ( Sang Pencipta).
Bahasa simbol juga digunakan pengarang dalam mengungkapkan karakteristik sang ‘aku’
Topan melanda
Tubuhku begoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang menggurat di bumi
Tak berhenti mengucap sholawat nabi
Dari bait tersebut dapat diketahui bahwa sang ‘aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian meski dalam kondisi yang tak nyaman sekalipun. Hal ini di dukung oleh bait berikutnya :
Tebanglah aku
Akan segera tumbuh sebagai rumput baru
Bakarlah daun-daunku
Akan bertunas melebihi dulu
………
Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kuberikan
Pada bumi akar-akar kupertahankan
Agar tidak kehilangan akar keberadaan
Sungguh merupakan keteguhan hati dan iman yang luar biasa dimiliki sang ‘aku’ dalam puisi tersebut. Dan sungguh merupakan semangat dan rela berkorban yang tiada
Dalam pusisi diatas pengarang sudah baik dalam menentukan diksi yang tepat sebagaimana salah satu syarat dalam puisi yaitu pemilihan diksi yang tepat. Bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan ciri bahasa puisi yaitu kristalisasi makna. Namun, pengarang kurang bervariasi dalam menggunakan kata-kata. Terbukti bahwa ada beberapa kata atau kalimat yang di ulang-ulang pada bait berikutnya. Seperti pada kata Inna Sholati wa nusuki Wa mahyayaa wa mammatiLillahi Robbil’alamin yang diulang lagi pada bait ketiga. Disisi lain hal itu merupakan sebuah ‘penguatan’ tapi hendaknya pengarang lebih variatif agar pembaca tidak bosan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menggunakan kata-kata lain yang semakna.
Dalam mengungkapkan watak ‘aku’juga cukup jelas meski lewat bahasa-bahasa simbol seperti ‘aku’ di ibaratkan sebagai ‘rerumputan’,,’aku’ sebagai makhluk tak berdaya di ibaratkan seperti ‘hidup di kota-kota yang tersisihkan’,,’aku’sebagai sosok yang rela berkorban ‘Pada bumi akar-akar kupertahankanAgar tidak kehilangan akar keberadaan ’aku’adalah sosok yang berwatak pantang menyerah dan teguh pendirian ‘Bakarlah daun-daunku Akan bertunas melebihi dulu’,,
Mengenai aspek rekreatif dalam puisi tersebut bisa dikatakan sudah cukup berhasil. Pengarang pandai menuangkan imajinasi dan memadukannya dengan ketepatan diksi. Seperti dalam bait :
Aku, rerumputan
Kekasih Tuhan
Segala gerakku
Adalah sembahyang
Bertolak dari itu, pesan yang hendak disampaikan pengarang juga mudah di pahami. Pembaca jadi tahu hakikat kita hidup di dunia fana ini yang tak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Segala yang kita lakukan hendaknya tetap diniati semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Dengan demikian, kita menjadi ikhlas dan tenang menjalani hidup.
Secara keseluruhan, puisi tersebut sudah cukup bagus, namun pengarang harusnya lebih variatif. Dalam menggunakan bahasa simbol hendaknya dengan kata- kata lain yang semakna untuk mengungkapkan isi maupun pesan yang hendak disampaikan. Pengarang harus pandai-pandai menempatkan kata atau kalimat jangan dilang beberapa kali dalam satu puisi.
ANALISIS STRUKTURALISME PUISI
ANALISIS STRUKTURALISME PUISI
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra Dosen Pengampu : Dr. Nugraheni Eko W, S.S., M.Hum.
Disusun Oleh:
Nama : Nur Endah A.
NIM : K1208034
Kelas : B
Semester : 3
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Puisi1
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Rustam Effendi
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Bukan beta budak Negeri,
Musti menurut undangan mair.
Sarat saraf saya mungkiri,
Untaian rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Susah sungguh saya sampaikan,
Degap – degupan di dalam kalbu,
Lemah laun lagu dengungan,
Matnya digamat rasaian waktu.
Sering saya susah sesaat,
Sebab madahan tidak nak datang,
Sering saya sulit mendekat,
Sebab terkurung lukisan mamang.
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkai pantun,
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun.,
Analisis
Pendekatan Strukturalisme pada puisi :
1. Tipografi
Pada puisi tersebut pengarang menggunakan tipografi teratur karena pengarang tetap memperhitungkan jumlah suku kata, jumlah kata, persamaan bunyi, dan sebagainya.
2. Kata dan Diksi
a. Kata
Puisi diatas menggunakan bahasa melayu dan menggunakan kata-kata yang diulang-ulang (perulangan bunyi) seperti pengulangan kata bukan beta dan sering saya. Kata-kata yang bersifat konkret juga terdapat dalam puisi ini, seperti : Beta, saya, dan susah.
b.Diksi
Diksi yang digunakan pada puisi diatas menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif seperti yang terdapat pada kata budak Negeri, Lagu, yang mengandung makna karya sastra yang dibuat pengarang, dan kata Alun. Imajeri yang muncul adalah auditif yang tampak pada bait ke-lima.
3. Bahasa kiasan dan bahasa simbolik
- Hiperbola : pada kalimat bukan beta budak negeri
- Repetisi : misalnya pada kalimat Bukan beta bijak berperi, bukan beta budak negeri pada bait pertama.
- Personifikasi : terdapat pada kalimat Sebab terkurung lukisan mamang dan Hanya mendengar bisikan alun.
4. Rima, Aliterasi, Asonansi
a. Rima
Puisi diatas menggunakan berbagai macam rima yang terdiri dari :
Ø Berdasarkan jenisnya :
o Rima tak sempurna yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir, contoh:
Bukan beta bijak berperi,
pandai mengubah madahan syair;
Bukan beta budak negri,
musti menurut undangan mair.
o Rima tertutup yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan), contoh:
Sering saya susah sesa’at,
sebab madahan tidak ‘nak datang,
Sering saya sulit menekat,
sebab terkurung lukisan mamang.
Ø Berdasarka letaknya :
o Rima sejajar yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
Contoh:
Bukan beta bijak berperi,
pandai mengubah madahan syair;
Bukan beta budak negri,
musti menurut undangan mair
b.Aliterasi
Misalnya :
Susah sungguh saya sampaikan,
degup degupan didlam kalbu,
dan
Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tida na, datang.
Sering saya sulit menekat.
c. Asonansi
Bukan beta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun
5. imajinasi
Citra atau bayangan yang muncul dalam puisi tersebut yaitu imaji pendengaran (auditif) misalnya pada bait ke-5 :
Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkai pantun,
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun.,
6. tema : puisi diatas bertemakan nasionalisme. Amanat : penyair menghendaki pembaca untuk mengikuti keinginan hati dan tidak terkekang pada peraturan yang dapat menghambat kemajuan.
7. makna
Dalam puisi Bekan Beta Bijak Berperi diatas dapat diketahui bahwa penulis merasa bahwa ia bukanlah orang hebat dan tak ingin seperti budak negeri yang selalu tunduk pada peraturan orang lain termasuk penjajah. Ia mempunyai rangkaian seloka lama dan ingin menyusun karya baru sesuai kata hatinya meski kesulitan dan kemudahan tak kujung datang. Namun, Ia mengakui bahwa dirinya bukanlah orang yang pandai melagukan pantun, ia hanya ingin mendengarkan bisikan dari dirinya sendiri dan orang – orang sekitarnya yang ingin membebaskan diri dari keterbelengguan segala hal.
Puisi 2
SAJAK
Sanusi Pane
O...Bukanlah dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O,,,pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermain mata
Dan hanya dibaca sepintas lalu
Karena tak keluar dari sukma
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
Analisis
Pendekatan Strukturalisme pada puisi :
1.Tipografi
Pada puisi tersebut pengarang menggunakan tipografi teratur dengan bais dan bait yang tidak sama.
2.Kata dan Diksi
b.Kata
Pada puisi tersebut kata-kata yang digunakan cukup familier dan lebih mudah dipahami meskipun ada istilah yang belum diketahui maknanya secara pasti oleh pembaca. Misalnya pada kata rancak.
c. Diksi
Diksi yang digunakan pada puisi diatas menggunakan kata-kata yang bersifat konotatif seperti yang terdapat pada kata mempermain mata, dan kata-kata perumpamaan seperti matahari mencintai bumi
8. Bahasa kiasan dan bahasa simbolik
- Personifikasi:O..pujangga buanglah segala kata
yang kan mempermain mata
- Perumpamaan (simile):seperti matahari menyinari bumi
- Hiperbola: harus cintamu senantiasa
9. Rima, Aliterasi, Asonansi
a. Rima
Rima pada puisi diatas cenderung termasuk dalam rima akhir karena adanya persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi, seperti :
O...Bukanlah dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O,,,pujangga buanglah segala kata
Yang kan mempermain mata
b.Aliterasi
Misalnya :
Kata yang pelik kebagusan sajak
c. Asonansi
Misalnya:
seperti matahari mencintai bumi
memberi sinar selama-lamanya
10. imajinasi
Imaji dalam puisi “sajak” termasuk dalam jenis imaji penglihata. Hal ini bisa dibuktikan pada bait kedua :
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
11. tema : ketulusan dan keikhlasan. Amanat : sebagai manusia hendaknya kita bisa ikhlas dan tulus dalam memberikan sesuatu kepada orang lain seperti halnya sajak yang dianalogikan dengan matahari yang menyinari bumi tanpa mengharapkan imbalan apapun.
12. makna
Dalam puisi tersebut bisa diketahui bahwa sajak bukanlah kata-kata yang amat bagus namun kata yang pelik atau rumit dengan segala ungkapan hati yang bisa dibaca sepintas lalu. Hal itu seperti matahari yang menyinari bumi, walaupun telah memberikan sinarnya, namun ia tak menuntut balasan apapun.
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis kedua puisi diatas dapat diketahui bahwa :
1) tipografi untuk puisi pertama bersifat teratur, sedangkan puisi kedua bersifat teratur dengan baris dan bait yang tidak sama.
2) Kata dan diksi yang digunakan dalam puisi Bukan Beta Bijak Berperi menggunakan bahasa melayu dengan beberapa perulangan kata serta diksi yang konotatif, pada puisi Sajak pengarang menggunakan kata-kata yang cukup familier dan lebih mudah dipahami. Diksi yang digunakan sebagian bersifat konotatif dan perumpamaan.
3) Bahasa kiasan dalam puisi Bukan Beta Bijak Berperi kebanyakan berupa repetisi dan personifikasi. Sementara pada puisi sajak lebih bersifat perumpamaan.
4) Rima, aliterasi, dan asonansi pada kedua puisi diatas ada, namun karena puisi kedua lebih pendek maka rima, aliterasi, dan asonansinya pun hanya sedikit.
5) Imajinasi pada puisi Bukan Beta Bijak Berperi cenderung kepada imajinasi yang bersifat auditif, sedangkan pada puisi sajak bersifat penglihatan.
6) Tema dan amanat pada puisi Bukan Beta Bijak Berperi bersifat nasionalisme dan keinginan untuk hidup bebas dari keadaan yang serba terkekang, sementara itu pada puisi sajak bertemakan ketulusan dan keikhlasan.
7) Makna yang terkandung dalam puisi Bukan Beta Bijak Berperi adalah meskipun kita bukan orang yang hebat, namun jangan mau jika hanya tunduk pada penjajah yang memperbudak kita. Kita harus bisa hidup bebas. Sementara itu pada puisi sajak kita sebaiknya memiliki sifat tulus dan ikhlas seperti matahari menyinari bumi yang tanpa mengharapkan balasan kembali.
jurnalistikQ..
Menjadi Wanita yang Tangguh dan Mandiri
Oleh : Nur Endah A.
Apa iya memang itu tujuan perjuangan RA.Kartini, pelopor emansipasi dan kesetaraan jender itu? Sukaryo mengatakan, “Apa iya Kartini hanya layak untuk dijadikan sebagai icon pengingat bagi kaum wanita sekaligus “menyadarkan” tentang "peran wanita yang sebenarnya yang diharapkan suami, keluarga besar, masyarakat, serta bangsa dan negara ini???. Mengapa“emansipasi (wanita)” di pandang hanyalah sekedar acara rutinitas seremonial semata ??”.
Kita tahu bahwa, dahulu wanita dianggap mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari pada pria. Wanita hanya berhak mengurusi rumah tangga, seperti mengurus anak, dapur, dan kamar. Wanita tidak diperkenankan untuk bekerja ataupun memperoleh pendidikan. Bahkan menurut Erwin Arianto, dahulu pada jaman romawi menempatkan kedudukan kaum wanita dibandingkan dengan prianya, ternyata masih dibawah kedudukan wanita. “Wanita adalah harta-benda milik laki-laki, dapat diperlakukan sekehendak hati, dipandang persis seperti budak”.
Lain halnya kaum wanita, kaum pria pada masa itu boleh mengenyam pendidikan, bekerja, dan melakukan apa saja yang diinginkannya. Atas dasar itulah RA. Kartini ingin berjuang agar kaum wanita Indonesia mempunyai kebebasan untuk mengembangkan diri serta kaumnya seperti halnya kaum pria.
Menurut Andi Gunawan dalam artikelnya menyambut hari Kartini, sebenarnya emansipasi yang disuarakan oleh Kartini lebih menekankan pada tuntutan agar wanita saat itu memperoleh pendidikan yang memadai, menaikkan derajat perempuan yang kurang dihargai pada masyarakat Jawa, dan kebebasan dalam berpendapat dan mengeluarkan pikiran. Dalam hal ini, hendaknya emansipasi bukan diartikan sebagai mengejar karir setinggi langit, kesetaraan jender yang kebablasan, bahkan dengan mengorbankan kodratnya sebagai wanita.
Beruntung Kartini lahir dari keluarga bangsawan sehingga waktu itu ia diperbolehkan bersekolah di ELS (
Berdasarkan pada artikel yang ditulis Haris, Kartini merupakan sosok wanita yang gemar membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa. Kartini pun mulai tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa, yang kemudian timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, yang pada saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga berbagai masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum haruslah diupayakan sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Setelah RA Kartini menikah pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat, Bupati Rembang mengharuskan Kartini mengikuti suami, dan di daerah inilah ia dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Karena dorongan dan bantuan suaminya lah Kartini dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dimana Ia mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit-menjahit serta kepandaian putri lainnya.
Berkat kegigihannya, beberapa tahun kemudian mucul Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, yang kemudian disusul di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut diberi nama "Sekolah Kartini". (http://managementaqupresident.blogspot.com).
Demikianlah perjuangan Kartini. Beliau memang wanita yang tangguh dan mandiri. Bukan berarti kartini berjuang dengan senjata untuk membuat kesetraaan jender. Namun ia berani memperjuangkan hak kaumnya meskipun ia terkadang merasa takut. Ia memberikan yang terbaik kepada orang lain & keluarganya.
Berdasarkan artikel tentang Hari Kartini yang ditulis oleh Arnas, agar menjadi wanita yang tangguh dan mandiri seperti RA Kartini, dapat kita lakukan dengan berbagai cara diantaranya : Pertama, dengan menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Bukan berarti tidak perlu bantuan oranglain sama sekali, tapi jangan terlalu bergantung pada orang lain. Kedua, berusahalah mencapai apa yang kita inginkan dan percaya diri bahwa kita bisa. Ketiga, temukan kemampuan serta kekuatan yang kita miliki. Dengan demikian, kita bisa menjadi perempuan yang selalu dihargai dan disukai di mana pun kita berada.
Yang perlu diingat, kita lah sebenarnya Kartini yang sesungguhnya! " Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita, lahir pagi membawa keindahan. kehidupan manusia serupa alam” (Kartini - Habis Gelap Terbitlah Terang, dalam http://aznas.blogspot.com)
Referensi :
Andi Gunawan.2008. Menyambut Hari Kartini 21 April. http://ayobangkitindonesiaku.wordpress.com/2008/04/20/menyambut-hari-kartini-21-april/. (27 April 2010).
Aznas. 2010. Hari Kartini. http://aznas.blogspot.com/2010/04/artikel-hari-kartini.html. (28 April 2010).
Erwin Arianto. 2009. Selamat Hari Kartini. http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/m. (27 April 2010).
Haris Zaky. 2009. Mengenang Kembali Sejarah Hari Kartini. http://managementaqupresident.blogspot.com/2009/04/mengenang-kembali-sejarah-hari-kartini.html. (28 April 2010).
Sukaryo.2006.UntukApaKartiniDiperingati.http://csukaryo.multiply.com/journal/item/19. (28 April 2010).